Powered By Blogger

Minggu, 24 Maret 2013

Djual mobil BMW  73O LI, TH 2oo5, warna hitam, KM 9O ribuan, bln 7, hrg 335 jt,

MERCY E25O CGI AVANTGARDE, HITAM, KM 4O RBUAN, TH 2O1O HRG 745 JT

BERMINAT HUB O8138O399465 SOYAN, NO SMS

Selasa, 27 Maret 2012

Jual Mobil

Di jual mercy th 2006, warna hitam, kondisi mulus, pajak panjang bln 2, km 50.000,ban baru, standar deler, B 370 xx harga 450 jt masih bisa nego Hub 081380399465

Jumat, 19 November 2010

Ternyata Kerajaan Majapahit adalah Muslim

Seorang sejarawan pernah berujar bahwa sejarah itu adalah versi atau sudut pandang orang yang membuatnya. Versi ini sangat tergantung dengan niat atau motivasisi pembuatnya. Barangkali ini pula yang terjadi dengan Majapahit, sebuah kerajaan maha besar masa lampau yang pernah ada di negara yang kini disebut Indonesia. Kekuasaannya membentang luas hingga mencakup sebagian besar negara yang kini dikenal sebagai Asia Tenggara.

Namun demikian, ada sesuatu yang ‘terasa aneh’ menyangkut kerajaan yang puing-puing peninggalan kebesaran masa lalunya masih dapat ditemukan di kawasan Trowulan Mojokerto ini. Sejak memasuki Sekolah Dasar, kita sudah disuguhi pemahaman bahwa Majapahit adalah sebuah kerajaan Hindu terbesar yang pernah ada dalam sejarah masa lalu kepulauan Nusantra yang kini dkenal Indonesia. Inilah sesuatu yang terasa aneh tersebut. Pemahaman sejarah tersebut seakan melupakan beragam bukti arkeologis, sosiologis dan antropologis yang berkaitan dengan Majapahit yang jika dicerna dan dipahami secara ‘jujur’ akan mengungkapkan fakta yang mengejutkan sekaligus juga mematahkan pemahaman yang sudah berkembang selama ini dalam khazanah sejarah masyarakat Nusantara.
‘Kegelisahan’ semacam inilah yang mungkin memotivasi Tim Kajian Kesultanan Majapahit dari Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pengurus Daerah Muhammadiyah Yogyakarta untuk melakukan kajian ulang terhadap sejarah Majapahit. Setelah sekian lama berkutat dengan beragam fakta-data arkeologis, sosiologis dan antropolis, maka Tim kemudian menerbitkannya dalam sebuah buku awal berjudul ‘Kesultanan Majapahit, Fakta Sejarah Yang Tersembunyi’.
Buku ini hingga saat ini masih diterbitkan terbatas, terutama menyongsong Muktamar Satu Abad Muhammadiyah di Yogyakarta beberapa waktu yang lalu. Sejarah Majapahit yang dikenal selama ini di kalangan masyarakat adalah sejarah yang disesuaikan untuk kepentingan penjajah (Belanda) yang ingin terus bercokol di kepulauan Nusantara.
Akibatnya, sejarah masa lampau yang berkaitan dengan kawasan ini dibuat untuk kepentingan tersebut. Hal ini dapat pula dianalogikan dengan sejarah mengenai PKI. Sejarah berkaitan dengan partai komunis ini yang dibuat dimasa Orde Baru tentu berbeda dengan sejarah PKI yang dibuat di era Orde Lama dan bahkan era reformasi saat ini. Hal ini karena berkaitan dengan kepentingan masing-masing dalam membuat sejarah tersebut.
Dalam konteks Majapahit, Belanda berkepentingan untuk menguasai Nusantara yang mayoritas penduduknya adalah muslim. Untuk itu, diciptakanlah pemahaman bahwa Majapahit yang menjadi kebanggaan masyarakat Indonesia adalah kerajaan Hindu dan Islam masuk ke Nusantara belakangan dengan mendobrak tatanan yang sudah berkembang dan ada dalam masyarakat.

Apa yang diungkapkan oleh buku ini tentu memiliki bukti berupa fakta dan data yang selama ini tersembunyi atau sengaja disembunyikan. Beberapa fakta dan data yang menguatkan keyakinan bahwa kerajaan Majpahit sesungguhnya adalah kerajaan Islam atau Kesultanan Majapahit adalah sebagai berikut:
1. Ditemukan atau adanya koin-koin emas Majapahit yang bertuliskan kata-kata ‘La Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah’. Koin semacam ini dapat ditemukan dalam Museum Majapahit di kawasan Trowulan Mojokerto Jawa Timur. Koin adalah alat pembayaran resmi yang berlaku di sebuah wilayah kerajaan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sangat tidak mungkin sebuah kerajaan Hindu memiliki alat pembayaran resmi berupa koin emas bertuliskan kata-kata Tauhid.



2. Pada batu nisan Syeikh Maulana Malik Ibrahim yang selama ini dikenal sebagai Wali pertama dalam sistem Wali Songo yang menyebarkan Islam di Tanah Jawa terdapat tulisan yang menyatakan bahwa beliau adalah Qadhi atau hakim agama Islam kerajaan Majapahit. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Agama Islam adalah agama resmi yang dianut oleh Majapahit karena memiliki Qadhi yang dalam sebuah kerajaan berperan sebagai hakim agama dan penasehat bidang agama bagi sebuah kesultanan atau kerajaan Islam.
3. Pada lambang Majapahit yang berupa delapan sinar matahari terdapat beberapa tulisan Arab, yaitu shifat, asma, ma’rifat, Adam, Muhammad, Allah, tauhid dan dzat. Kata-kata yang beraksara Arab ini terdapat di antara sinar-sinar matahari yang ada pada lambang Majapahit ini.

Untuk lebih mendekatkan pemahaman mengenai lambang Majapahit ini, maka dapat dilihat pada logo Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, atau dapat pula dilihat pada logo yang digunakan Muhammadiyah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Majapahit sesungguhnya adalah Kerajaan Islam atau Kesultanan Islam karena menggunakan logo resmi yang memakai simbol-simbol Islam.
4. Pendiri Majapahit, Raden Wijaya, adalah seorang muslim. Hal ini karena Raden Wijaya merupakan cucu dari Raja Sunda, Prabu Guru Dharmasiksa yang sekaligus juga ulama Islam Pasundan yang mengajarkan hidup prihatin layaknya ajaran-ajaran sufi, sedangkan neneknya adalah seorang muslimah, keturunan dari penguasa Sriwijaya. Meskipun bergelar Kertarajasa Jayawardhana yang sangat bernuasa Hindu karena menggunakan bahasa Sanskerta, tetapi bukan lantas menjadi justifikasi bahwa beliau adalah seorang penganut Hindu.
Bahasa Sanskerta di masa lalu lazim digunakan untuk memberi penghormatan yang tinggi kepada seseorang, apalagi seorang raja. Gelar seperti inipun hingga saat ini masih digunakan oleh para raja muslim Jawa, seperti Hamengku Buwono dan Paku Alam Yogyakarta serta Paku Buwono di Solo.
Di samping itu, Gajah Mada yang menjadi Patih Majapahit yang sangat terkenal terutama karena Sumpah Palapanya ternyata adalah seorang muslim. Hal ini karena nama aslinya adalah Gaj Ahmada, seorang ulama Islam yang mengabdikan kemampuannya dengan menjadi Patih di Kerajaan Majapahit. Hanya saja, untuk lebih memudahkan penyebutan yang biasanya berlaku dalam masyarakat Jawa, maka digunakan Gajahmada saja. Dengan demikian, penulisanGajah Mada yang benar adalah Gajahmada dan bukan ‘Gajah Mada’.
Pada nisan makam Gajahmada di Mojokerto pun terdapat tulisan ‘LaIlaha Illallah Muhammad Rasulullah’ yang menunjukkan bahwa Patih yang biasa dikenal masyarakat sebagai Syeikh Mada setelah pengunduran dirinya sebagai Patih Majapatih ini adalah seorang muslim.
5. Jika fakta-fakta di atas masih berkaitan dengan internal Majapahit, maka fakta-fakta berikut berhubungan dengan sejarah dunia secara global. Sebagaimana diketahui bahwa 1253 M, tentara Mongol dibawah pimpinan Hulagu Khan menyerbu Baghdad. Akibatnya, Timur Tengah berada dalam situasi yang berkecamuk dan terjebak dalam kondisi konflik yang tidak menentu.
Dampak selanjutnya adalah terjadinya eksodus besar-besaran kaum muslim dari TimurTengah, terutama para keturunan Nabi yang biasa dikenal dengan‘Allawiyah. Kelompok ini sebagian besar menuju kawasan Nuswantara (Nusantara) yang memang dikenal memiliki tempat-tempat yang eksotis dan kaya dengan sumberdaya alam dan kemudian menetap dan beranak pinak di tempat ini. Dari keturunan pada pendatang inilah sebagian besar penguasa beragam kerajaanNusantara berasal, tanpa terkecuali Majapahit.
Inilah beberapa bukti dari fakta dan data yang mengungkapkan bahwa sesungguhnya Majapahit adalah Kesultanan Islam yang berkuasa di sebagian besar kawasan yang kini dikenal sebagai Asia Tenggara ini. Sekali lagi terbukti bahwa sejarah itu adalah versi, tergantung untuk apa sejarahitu dibuat dan tentunya terkandung di dalamnya beragam kepentingan.Wallahu A’lam Bishshawab. Hanya Tuhan Yang Maha Mengetahui

Jumat, 12 November 2010

Hentikan Sindrom Utang Luar Negeri Supaya Rakyat Tidak Makin Miskin

Utang Era Soekarno Sampai SBY

Utang nan memblenggu kemiskinanBerutang untuk mengentaskan kemiskinan (memakmurkan rakyat). Benarkah? Atau hal itu hanya slogan! Kenyataan, utang kita (pemerintah Indonesia), baik utang luar negeri maupun dalam negeri, dari tahun ke tahun semakin membesar, dan kemiskinan pun masih terus membelenggu rakyat. Ditambah lagi beban utang luar negeri swasta yang semakin besar. Tampaknya, Indonesia telah masuk dalam perangkap utang permanen (permanent debt trap), yang memungkinkan Indonesia akan tetap miskin (permanent poor) dan berutang hingga kiamat tiba.

Bakyat diajak untuk bersabar, mengencangkan ikat pinggang. Pembangunan memerlukan waktu, bertahap dan jangka panjang. Membangun, tidak semudah membalikkan telapak tangan. Namun, pertanyaannya, berapa lama jangka panjang itu dan seberapa ketat ikat pinggang itu? Jangan-jangan saking lamanya jangka panjang itu, semua rakyat miskin sudah mati, serta saking ketatnya ikat pinggang, hingga rakyat miskin sudah tidak lagi punya pinggang.

Dalam kaitan ini, berangkali relevan dikutip apa yang dikemukakan John Maynard Keynes (Cambridge, 5 Juni 1883 - Sussex, 21 April 1946) seorang ahli ekonomi Inggris yang melontarkan ide-ide radikal dan berdampak luas pada ilmu ekonomi modern serta pemikiran dan filsafatnya biasa disebut dengan istilah Keynesianisme. Keynes mengatakan the long run is a misleading guide to current affairs. (Jangka panjang adalah panduan menyesatkan untuk urusan saat ini). Sebab menurutnya, in the long run we are all dead. (Dalam jangka panjang kita semua sudah mati).

Bisa saja pernyataan Keynes ini dipandang mengandung kelakar. Tetapi jika melihat kebijakan pemerintah yang menjanjikan pembangunan jangka panjang dan selalu mengejar angka dan persentasi laju pertumbuhan dengan mengandalkan utang seperti terjadi hingga saat ini, sampai kapan pun rakyat Indonesia akan dibelenggu kemiskinan. Atau, setidaknya, mustahil si pengutang lebih kaya dari pemberi utang, jika kebijakan utang-piutang itu dilakukan seperti selama ini.

Dalam pandangan pemerintah, sebagaimana dirilis Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang, Kementerian Keuangan RI, perihal Perkembangan Utang Negara, Edisi Juni 2010, disebutkan utang merupakan bagian dari Kebijakan Fiskal (APBN) yang menjadi bagian dari Kebijakan Pengelolaan Ekonomi secara keseluruhan, yang bertujuan menciptakan kemakmuran rakyat dalam bentuk penciptaan kesempatan kerja, mengurangi kemiskinan, dan menguatkan pertumbuhan ekonomi, serta menciptakan keamanan.

Utang, katanya, adalah konsekuensi dari postur APBN (yang mengalami defisit), dimana penerimaan negara lebih kecil daripada belanja negara. Pemerintah berpandangan, pembiayaan APBN melalui utang merupakan bagian dari pengelolaan keuangan negara yang lazim dilakukan oleh suatu negara. Di mana utang merupakan instrumen utama pembiayaan APBN untuk menutup defisit APBN, dan untuk membayar kembali utang yang jatuh tempo (debt refinancing); serta refinancing dilakukan dengan terms & conditions (biaya dan risiko) utang baru yang lebih baik.

Renumerisasi: Salah satu contoh reformasi birokrasi yang dibiayai dengan utang luar negeri berupa dana tunjangan khusus bagi Kementerian KeuanganPenjelasan pemerintah ini, secara sengaja atau tidak, mengakui bahwa Indonesia telah terjebak dalam perangkap utang permanen. Gali lobang untuk menutup lobang. Utang untuk menutupi defisit anggaran serta membayar cicilan utang dan bunganya. Sehingga tujuan kebijakan pengelolaan ekonomi untuk menciptakan kemakmuran rakyat sering kali menjadi bukan prioritas utama.

Jumlah nominal utang luar negeri terus membesar berlipat-lipat, sementara penciptaan lapangan kerja dan upaya pengurangan kemiskinan merambat lambat, nyaris tak bergerak lebih baik. Angka laju pertumbuhan dikejar demi prestasi dan pencitraan, tanpa peduli apakah laju pertumbuhan itu bersinggulang langsung dengan pengurangan kemiskinan rakyat.

Nyatanya, kemiskinan pun kian merisaukan (Kompas, 12/7/2010). Laju penurunan angka kemiskinan semakin lambat. Di sisi lain, angka inflasi meningkat seiring kenaikan harga bahan kebutuhan pokok. Beban masyarakat termarjinalkan pun makin berat seiring kenaikan tarif dasar listrik per 1 Juli 2010. Menurut data pemerintah (Badan Pusat Statistik) jumlah penduduk miskin saat ini (Maret 2010) sebanyak 31,02 juta (13,33 persen), sedangkan Maret 2009 sebanyak 32,53 juta (14,15 persen). Penentuan jumlah penduduk miskin versi pemerintah ini didasarkan pada asumsi pengeluaran rata-rata per kapita penduduk per bulan adalah Rp.211,726, tergolong di bawah garis kemiskinan.

Bandingkan dengan garis kemiskinan yang ditetapkan oleh Bank Dunia USD 2 per kapita per hari. Jika Indonesia menggunakan garis kemiskinan USD 2 per kapita per hari atau Rp. 552.000 per bulan (kurs Rp.9.200/USD 1), maka jumlah orang miskin di Indonesia lebih 90 juta orang.

Tampaknya, pemerintah selalu dengan giat menurunkan angka kemiskinan dalam data Badan Pusat Statistik. Apakah data itu sesuai dengan realitas kehidupan keseharian rakyat, itu adalah soal lain. Yang penting ada data-data publikasi penurunan angka kemiskinan untuk meningkatkan citra pejabat pemerintah.

Bila perlu, paling menyedihkan, rakyat disuapi saja dengan BLT (bantuan langsung tunai) dan Raskin (beras miskin). Tak peduli apakah dengan hal itu rakyat semakin mandiri atau tidak. Sehingga semakin ‘paripurna dan permanenlah’ kemiskinan rakyat dengan mental peminta-minta. Akibatnya, yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin serta karakter kemandirian bangsa semakin melorot pula.

Barangkali hal inilah yang dikuatirkan Presiden Soekarno ketika dengan lantang menolak tawaran utang dari negara-negara maju (kapitalis), dengan ucapan yang terkenal: Go to hell your aid! Dia pemimpin visioner yang memilih lebih baik menyerukan dan mengajak rakyat untuk Berdikari (berdiri di atas kaki sendiri) sekaligus mengedepankan pembangunan karakter bangsa (character and nation building).

Kendati pemerintahan Soekarno tidak bebas murni dari utang luar negeri, tetapi dia mempunyai visi dan sikap yang tegas bahwa untuk membangun kejayaan bangsa harus dengan mengandalkan kemandirian dan karakter bangsa yang kuat. Visi Soekarno ini memberi penegasan yang cerdas bahwa berutang dan menerima investasi luar bukanlah hal yang haram atau tabu, tetapi harus dengan visi, prinsip, sikap dan tujuan yang jelas dan teguh membangun kemandirian bangsa.

Prinsip inilah tampaknya yang dilupakan pemerintah Indonesia sejak Orde Baru hingga Era Reformasi hari ini. Dengan amat mudah, pemerintah berkata bahwa utang adalah konsekuensi dari postur APBN (yang mengalami defisit), dimana penerimaan negara lebih kecil daripada belanja negara. Bahkan, apabila dipercaya sebagai negara pengutang, sudah menjadi kebanggaan pemerintah. Sehingga jumlah nominal utang luar negeri Indonesia (utang pemerintah dan utang swasta) setiap tahun melonjak semakin tinggi. (Baca: Utang dari Soekarno Hingga SBY).

Rekor Utang Terbesar
Tim Indonesia Bangkit (TIB) yang ‘beroposisi’ dengan pemerintah mencatat utang Indonesia dalam lima tahun terakhir mengalami peningkatan sebesar 31 persen menjadi Rp 1.667 triliun. “Utang sebesar itu merupakan utang terbesar Indonesia sepanjang sejarah,” kata Ketua Tim Indonesia Bangkit, Rizal Ramli. Menurut Rizal, itu menempatkan Indonesia pada rekor utang terbesar sepanjang sejarah.

Rizal juga menjelaskan jumlah utang per kapita Indonesia pun meningkat. Jika pada 2004 utang per kapita Indonesia sekitar Rp 5,8 juta per kepala, maka pada Februari 2009 melonjak jadi Rp 7,7 juta per kepala. “Kan aneh, data TIB menunjukkan utang naik, kok berani-beraninya pemerintah bikin iklan utang turun,” katanya.

Total utang pemerintah pusat sampai Mei 2010 telah mencapai USD 175,31 miliar (ekuivalen Rp.1.609,31 triliun dengan nilai tukar Rp.9.180/USD.1). Bahkan berdasarkan perhitungan asumsi makro 2011, jumlah utang pemerintah ini diperkirakan akan mencapai Rp.1.878 triliun.

Jika dilihat dari posisi utang pemerintah (pinjaman luar negeri dan Surat Berharga Negara) yang dirilis Dirjen Pengelolaan Utang, Kemkeu RI, Edisi Juni 2010, telah terjadi kenaikan jumlah nominal utang pemerintah yang sangat tinggi dalam kurun waktu 2001-2010. Jika pada akhir tahun 2001 utang pemerintah pusat mencapai USD 122,42 miliar (Rp.1.273,18 triliun dengan kurs Rp.10.400/USD.1), bertambah sebesar USD 17.46 miliar (Rp. 174, 6 triliun dengan kurs Rp.10.000/USD.1) pada akhir 2004 menjadi USD 139.88 miliar (Rp.1.299,50 triliun dengan kurs Rp.9.290/USD.1).

Kenaikan jumlah nominal utang pemerintah semakin tinggi terjadi dalam pemerintahan saat ini (2005-Mei 2010), menjadi USD 175.31 miliar (Rp. 1.609,31 triliun dengan kurs Rp.9.180/USD.1). Atau meningkat USD 35.43 miliar (Rp. 325.956 triliun dengan kurs Rp.9.200/USD.1). Bandingkan dengan utang luar negeri pemerintah Orde Baru (32 tahun) sebesar USD 53.865 (1997) dan akibat diterpa krisis naik sebesar USD 13.463 menjadi USD 67.328 (1998) yang berakibat secara politik dengan lengsernya Presiden Soeharto.

Posisi utang pemerintah 2001-2010Pemerintah (Kementerian Keuangan) menjelaskan bahwa kenaikan jumlah nominal utang pemerintah yang sedemikian tinggi sejak 2005 yakni sebesar USD 35.43 miliar (Rp. 325.956 triliun dengan kurs Rp.9.200/USD.1), itu berasal dari: Pertama, akumulasi utang di masa lalu (legacy debts) yang memerlukan refinancing yang cukup besar; Kedua, dampak krisis ekonomi tahun 1997/1998 yang berakibat: a) Depresiasi Rupiah terhadap mata uang asing, b) BLBI dan Rekapitalisasi Perbankan, c) Sebagian setoran BPPN dari asset-recovery digunakan untuk APBN selain untuk melunasi utang/obligasi rekap.

Ketiga, pembiayaan defisit APBN merupakan keputusan politik antara Pemerintah dan DPR-RI antara lain untuk: a) Menjaga stimulus fiskal melalui misalnya pembangunan infrastruktur, pertanian dan energi,dan proyek padat karya; b) Pengembangan peningkatan kesejahteraan masyarakat misalnya PNPM, BOS, Jamkesmas,Raskin, PKH,Subsidi; c) Mendukung pemulihan dunia usaha termasuk misalnya insentif pajak; d) Mempertahankan anggaran pendidikan 20%; e) Peningkatan anggaran Alat Utama Sistem Persenjataan (Alutsista); dan f) Melanjutkan reformasi birokrasi.

Penjelasan ini menegaskan bahwa pemerintah memang mengandalkan utang, selain untuk membayar cicilan utang masa lalu dan bunganya yang jatuh tempo, juga menjaga stimulus fiskal, membiayai PNPM, BOS, Jamkesmas, Raskin, PKH dan subsidi, juga membiayai insentif pajak dan reformasi birokrasi (remunerasi). Salah satu contoh, reformasi birokrasi yang dibiayai dengan utang luar negeri adalah pemberian remunerasi (dana tunjangan khusus) pagawai Kementerian Keuangan.

Selain itu, pemerintah terus melanjutkan ketagihan berutang ke luar negeri, pada era pemerintahan saat ini, kendati dengan bunga yang lebih tinggi (komersial). Sebab akses terhadap pinjaman luar negeri dengan persyaratan sangat lunak dari lembaga keuangan multilateral bagi Indonesia sudah dibatasi. Pembatasan ini disebabkan status Indonesia yang tidak lagi digolongkan sebagai low income country, di samping adanya batas maksimum pinjaman yang dapat disalurkan ke suatu negara (country limit).

Bahkan berita terbaru, Moody’s Investors Service pada (21/6/2010) menaikkan peringkat utang Indonesia berdominasi rupiah dan mata uang asing dari stabil menjadi positif dengan level Ba2. Sebagaimana dikutip Reuters Senin (21/6/2010), Moody’s Investors Service menyebut dengan demikian Indonesia memiliki kapasitas yang kuat untuk mewujudkan pertumbuhan berkelanjutan, stabilitas dan efektifitas keuangan dan kebijakan moneter.

Moody’s juga meningkatkan rating depostito jangka panjang berdominasi mata uang asing di 10 bank di Indonesia ke Ba3, dari stabil menjadi positif atau satu level di bawah investment grade (level layak investasi). Tahun 2009, Moody’s menaikkan rating utang luar negeri Indonesia menjadi Ba2 atau dua level di bawah investment grade.

Chris KomariMenanggapi hal ini, Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengatakan naiknya peringkat Indonesia dari stabil menjadi positif dari Moody’s sebagai sinyal positif bagi Indonesia untuk segera masuk ke jajaran investment grade. Dengan demikian, kata Agus, pemerintah akan semakin berhati-hati dalam menetapkan kebijakan fiskal dan moneter untuk menjaga performance pemerintah. Meskipun dia tidak mau memasang target waktu Indonesia masuk ke jajaran investment grade. “Kalau itu saya tidak bisa bilang (masuk ke investment grade), kita mesti kerja yang baik saja,” tandasnya.

Sebelumnya, Maret 2010, Standard & Poor’s juga meningkatkan rating utang Indonesia berdominasi mata uang asing dua tingkat di bawah investment grade. Bahkan Januari 2010, Fitch Ratings telah meningkatkan rating Indonesia menjadi satu tingkat di bawah level layak investasi (investment grade).Pemerintah boleh bangga dengan kenaikan peringkat ini, tapi sebagaimana dikemukakan Menkeu Agus Martowardojo pemerintah harus semakin berhati-hati dalam menetapkan kebijakan fiskal dan moneter.

Sebab hal ini juga bermakna bahwa Indonesia yang terus didorong lembaga dan negara-negara maju (kreditor) untuk melanjutkan ketergantungan meminjam (berutang), tapi bukan lagi pinjaman lunak (berbunga rendah) melainkan pinjaman komersial berbunga lebih tinggi. Sehingga, kenaikan peringkat utang ini bisa menjadi perangkap jika pemerintah tidak berhati-hati.

Puja-puji lembaga atau negara kreditor itu seharusnya diwaspadai. Sebab, bukankah saat ini utang pemerintah sudah semakin banyak dan mencemaskan? Saking banyaknya, jika ditumpuk tidak muat di beberapa gedung termasuk Gelora Bung Karno, Senayan. “Banyaknya, mungkin kalau (uangnya) ditumpuk jadi berapa gedung, GOR Senayan juga enggak akan cukup,” ungkap Dirjen Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan, Rahmat Waluyanto, kepada pers di kantornya, Jakarta, Senin (19/4/2010).

Menurutnya, nominal utang pemerintah pusat kian bertambah dari waktu ke waktu yang disebabkan meningkatnya nominal defisit dan utang lama yang jatuh tempo. Walaupun pinjaman luar negeri semakin berkurang, tetapi tambahan nominal utang berasal dari surat berharga negara (SBN) baik surat utang negara (SUN) dan sukuk. Kondisi tersebut ditunjang oleh porsi SBN valas yang meningkat karena daya serap pasar domestik masih terbatas. Menurutnya, SBN valas ini untuk benchmarking dan memperkuat cadangan devisa.

Memang, sebagaimana sering didengungkan pemerintah, meskipun secara nominal jumlah utang pemerintah semakin meningkat, namun besaran rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) semakin menurun. Pada akhir tahun 2001, rasio utang terhadap PDB sebesar 77 persen, menurun menjadi 67 persen tahun 2004, dan makin menurun lagi menjadi 26 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) pada Mei 2010 (perkiraan sementara).

Rahmat WaluyantoSebelumnya, Dirjen Pengelolaan Utang Rahmat Waluyanto saat konferensi pers di ruang pers Kementerian Keuangan, Jalan Dr Wahidin, Jakarta, Selasa (25/5/2010) malam mengatakan meski bertambah (nominal utang), tapi sesuai konsensus dari semua cendikiawan di dunia bahwa harus dilihat dari GDP. Dia menjelaskan peningkatan nominal utang pemerintah merupakan penyesuaian atas besaran defisit anggaran yang mengikuti pertambahan nominal PDB dari tahun ke tahun.

Selain itu, Rahmat Waluyanto mengatakan pemerintah juga berkepentingan untuk membayar utang jatuh tempo yang cukup tinggi pada tahun ini di mana utang tersebut dibuat oleh pemerintahan sebelumnya. Tahun ini, menurut Menteri Keuangan Agus Martowardojo pemerintah bersiap menanggung utang jatuh tempo sekira Rp.115 triliun. “Pada tahun ini utang jatuh tempo kita Rp110 triliun, kalau ditambah bunga Rp115 triliun dan sekarang sedang dalam posisi untuk memperpanjang itu,” jelasnya dalam konferensi pers di Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (25/5/2010) malam.

Menkeu Agus Martowardojo menegaskan tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari besaran utang yang ditanggung oleh pemerintah. Sebab pengelolaan utang negara saat ini berkategori sehat, karena pemerintah juga mengelola utang jatuh tempo setiap tahunnya.

Dirjen Pengelolaan Utang Rahmat Waluyanto juga membantah anggapan pengelolaan utang tidak efisien. Pasalnya, defisit anggaran setiap tahunnya dibatasi maksimal hanya tiga persen dari PDB. Tambahan pinjaman luar negeri neto dianggarkan negatif sejak 2004, artinya jumlah pembayaran kembali utang dianggarkan lebih besar dibanding dengan jumlah penarikan pinjaman luar negeri baru.

Dia juga menjelaskan bahwa tidak benar jika tambahan utang melewati batas APBN. “September 2009, lembaga pemeringkat internasional menaikkan rating kredit Indonesia karena dinilai telah mengelola keuangan dengan baik. Audit BPK terhadap pengelolaan utang, juga sudah mendapat opini wajar tanpa pengecualian (WTP),” tambahnya.

Rahmat menegaskan bahwa jumlah nominal defisit dan pembiayaan melalui utang, termasuk pelunasan utang, ditetapkan dalam Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setiap tahunnya dengan persetujuan DPR. Maka, dia sangat heran kalau ada pengamat merangkap anggota DPR terus teriak-teriak soal utang. “Dia (DPR) sendiri kan ikut juga membahas itu,” katanya.

Sementara. perihal anggapan bahwa yield surat utang negara (SUN) yang terlalu tinggi, Rahmat Waluyanto mengatakan pemerintah tidak memiliki kapasitas untuk menetapkan yield atas SUN tersebut. Karena Yield obligasi ditetapkan melalui mekanisme pasar yang prosesnya dilakukan secara akuntabel dan transparan.

Rizal RamliSebelumnya, Sri Mulyani, sebelum mengundurkan diri dari jabatan menteri Keuangan, dalam paparannya di Musrenbangnas 2010, di Hotel Bidakara, Jakarta, Rabu (28/4/2010) mengatakan kendati berdasarkan perhitungan asumsi makro 2011, jumlah utang pemerintah diperkirakan akan mencapai Rp1.878 triliun atau meningkat dari utang pada kondisi awal 2010 yang sebesar Rp1.617 triliun, namun, jika dibandingkan antara jumlah utang dan PDB, rasio utang Indonesia pada tahun 2011 justru akan lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya yaitu hanya sebesar 26,7 persen saja.

“Pada 2011, utang Indonesia rasionya terhadap PDB semakin kecil yaitu hanya sebesar 26,7 persen dari PDB atau turun dari tahun ini yang sudah ada di kisaran 30 persen,” ujar Sri Mulyani. Dia menegaskan, peningkatan jumlah utang tersebut masih sejalan dengan pertumbuhan PDB. Menurut Sri Mulyani, kondisi ekonomi Indonesia sudah jauh lebih baik saat ini, namun tetap saja diperlukan kewaspadaan tinggi terhadap perkembangan ekonomi global. Dipaparkan, defisit dalam RAPBN-P 2011 ditetapkan sebesar 1,7 persen dari PDB atau menurun dibandingkan dengan asumsi defisit dari APBN-P 2010 adalah 2,1 persen.

Data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang, menunjukkan kebutuhan pembiayaan utang pada tahun 2010 mencapai Rp 234,776 triliun, yakni digunakan untuk membiayai desifit anggaran sebesar Rp 98,010 triliun, pembayaran utang jatuh tempo dan cicilan pokok pinjaman luar negeri Rp 129,384 triliun, serta biaya lain-lain sebesar Rp 7,381 triliun.

Untuk menutupi sebagian besar kebutuhan pembiayan tahun ini, pemerintah akan menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 174,97 triliun. Dirjen Pengelolaan Utang mengatakan SBN diprioritaskan karena membantu pengembangan pasar keuangan, memperkuat basis investor domestik, mendukung kebijakan moneter Bank Indonesia, dan yang juga penting adalah mengurangi ketergantungan pada pinjaman luar negeri.

Sisanya, menurut Rahmat Waluyanto, akan dibiayai melalui pinjaman program Rp 24,443 triliun, pinjaman proyek Rp 24,519 triliun, pinjaman dalam negeri Rp 1 triliun, penerusan pinjaman Rp 8,644 triliun, serta pengelolaan aset negara Rp 1,2 triliun.

Jangan Ngutang Sampai Kiamat
Rezim boleh berubah. Namun ada yang tidak pernah berubah yakni kebijakan ekonomi dengan kegemaran berutang. Mulai dari era Soekarno, terutama era Orde Baru (Soeharto), dan era Transisi Reformasi (BJ Habibie) sampai era Reformasi (Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri dan Susilo Bambang Yudhoyono), kebijakan ekonomi sangat tergantung pada utang. Terutama sejak era Orde Baru hingga era Reformasi, penggunaan utang sebagai sumber dana pembangunan dan pembiayaan pemerintah senantiasa tercantum dalam struktur Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).

Tentu saja berakibat akumulasi penumpukan utang pemerintah semakin membesar dari tahun ke tahun. Sehingga tak heran bila posisi utang Indonesia berada pada jajaran top rank negara pengutang dunia. Untuk membayar utang (cicilan pokok utang dan bunga) pemerintah menggali lubang utang baru. Ironisnya, jumlahnya tidak pernah mencukupi untuk melunasi kewajiban utang pada setiap tahun.

Chris Komari, warga negara Indonesia yang tinggal di California, mengibaratkan utang pemerintah Indonesia dengan mengejar yang naik bus pakai sepeda. Tidak akan bisa terkejar, malah semakin hari akan semakin ketinggalan jauh. Dia pun bertanya, kapan hutang-hutang ini akan dilunasi? Sampai anak cucu dan sampai generasi ke berapa hutang itu akan bisa lepas dari beban APBN, lepas dari pundak dan tidak lagi mencekik leher bangsa Indonesia? Apakah kebijaksanaan Pemerintah Pusat hanya bisa tambal sulam sekadar mengelola hutang-hutang itu?

Dia menggambarkan pengelolaan utang pemerintah saat ini: “Kalau tidak hutang sama Paul untuk bayar Peter, ya ganti utang sama achong-achong di dalam negeri untuk bayar Peter di luar negeri?” Chris Komari bertanya, sekaligus menggambarkan bagaimana pemerintah menggali pinjaman luar negeri baru untuk membayar utang luar negeri, atau menggali utang dalam negeri dengan menjual obligasi atau SUN (Surat Utang Negara) dan SBN (Surat Berharga Negara) untuk membayar utang luar negeri.

Dulu zaman Orde Baru sebelum tahun 1997/1998, kata Komari, hutang dalam negeri hampir tidak ada atau kecil sekali, karena rejim Orde Baru, selalu pinjam Paul untuk bayar Peter, termasuk IMF. Sekarang di zaman reformasi, hutang sama Peter dibayar dengan meminjam hutang dari achong-achong dengan menjual SUN (Surat Utang Negara) dan SBN (Surat Berharga Negara), menjadikan hutang dalam negeri besarnya melampui hutang luar negeri hanya dalam waktu 12 tahun.

Dia mengungkapkan hutang sama IMF dilunasi dengan menciptakan hutang baru dalam negeri yang jumlahnya dua kali lipat dari jumlah hutang di luar negeri yang dilunasi. Apa bedanya? Lalu, kapan hutang dalam negeri (SBN) akan bisa dilunasi yang jumlahnya jauh lebih besar dari hutang (pinjaman) luar negeri? Maka, jika pemimpin tidak memiliki visi kemandirian yang tinggi, di tengah arus globalisasi saat ini, negeri ini akan dibelenggu utang sampai kiamat tiba.

Rabu, 18 Agustus 2010

Musisi Muslim Pencetus Terapi Musik

Al-Kindi

Al-Kindi atau al-Kindus adalah ilmuwan jenius yang hidup di era kejayaan Islam Baghdad. Saat itu, panji-panji kejayaan Islam dikerek oleh Dinasti Abbasiyah. Tak kurang dari lima periode khalifah dilaluinya, yakni al-Amin (809-813), al-Ma’mun (813-833), al-Mu’tasim, al-Wasiq (842-847), dan Mutawakil (847-861).
Kepandaian dan kemampuannya dalam menguasai berbagai ilmu, termasuk kedokteran, membuatnya diangkat menjadi guru dan tabib kerajaan. Khalifah juga mempercayainya untuk berkiprah di Baitulhikmah yang kala itu gencar menerjemahkan buku-buku ilmu pengetahuan dari berbagai bahasa, seperti Yunani.
Ketika Khalifah al-Ma’mun tutup usia dan digantikan putranya, al-Mu’tasim, posisi al-Kindi semakin diperhitungkan dan mendapatkan peran yang besar. Dia secara khusus diangkat menjadi guru bagi putranya. Al-Kindi mampu menghidupkan paham Muktazilah. Berkat peran Al-Kindi pula, paham yang mengutamakan rasionalitas itu ditetapkan sebagai paham resmi kerajaan.
Menurut al-Nadhim, selama berkutat dan bergelut dengan ilmu pengetahuan di Baitulhikmah, al-Kindi telah melahirkan 260 karya. Di antara sederet buah pikirnya itu telah dituangkan dalam risalah-risalah pendek yang tak lagi ditemukan. Karya-karya yang dihasilkannya menunjukan bahwa Al-Kindi adalah seorang yang berilmu pengetahuan yang luas dan dalam.
Ratusan karyanya itu dipilah ke berbagai bidang, seperti filsafat, logika, ilmu hitung, musik, astronomi, geometri, medis, astrologi, dialektika, psikologi, politik, dan meteorologi. Bukunya yang paling banyak adalah geometri sebanyak 32 judul. Filsafat dan kedokteran masing-masing mencapai 22 judul. Logika sebanyak sembilan judul dan fisika 12 judul.


Al-Farabi
Second teacher alias mahaguru kedua. Begitulah Peter Adamson pengajar filsafat di King’s College London, Inggris, menjuluki al-Farabi sebagai pemikir besar Muslim pada abad pertengahan. Dedikasi dan pengabdiannya dalam filsafat dan ilmu pengetahuan telah membuatnya didaulat sebagai guru kedua setelah Aristoteles: pemikir besar zaman Yunani.
Sosok dan pemikiran al-Farabi hingga kini tetap menjadi perhatian dunia. Dialah filosof Islam pertama yang berhasil mempertalikan serta menyelaraskan filsafat politik Yunani klasik dengan Islam. Sehingga, bisa dimengerti di dalam konteks agama-agama wahyu. Pemikirannya begitu berpengaruh besar terhadap dunia Barat.
”Ilmu Logika al-Farabi memiliki pengaruh yang besar bagi para pemikir Eropa,” ujar Carra de Vaux. Tak heran, bila para intelektual merasa berutang budi kepada Al-Farabi atas ilmu pengetahuan yang telah dihasilkannya. Pemikiran sang mahaguru kedua itu juga begitu kental mempengaruhi pikiran-pikiran Ibnu Sina dan Ibnu Rush.
Al-Farabi atau masyarakat Barat mengenalnya dengan sebutan Alpharabius memiliki nama lengkap Abu Nasr Muhammad ibn al-Farakh al-Farabi. Tak seperti Ibnu Khaldun yang sempat menulis autobiografi, Al-Farabi tidak menulis autobiografi dirinya.
Tak ada pula sahabatnya yang mengabadikan latar belakang hidup sang legenda itu, sebagaimana Al-Juzjani mencatat jejak perjalanan hidup gurunya Ibnu Sina.Tak heran, bila muncul beragam versi mengenai asal-muasal Al-Farabi. Ahli sejarah Arab pada abad pertengahan, Ibnu Abi Osaybe’a, menyebutkan bahwa ayah Al-Farabi berasal dari Persia. Mohammad Ibnu Mahmud Al-Sahruzi juga menyatakan Al-Farabi berasal dari sebuah keluarga Persia.

Kamis, 05 Agustus 2010

Dekatilah Alqur'an

rang yang dalam dadanya tidak ada sedikit pun dari Alquran, ibarat rumah yang bobrok.” (HR. At-Tirmidzi)

Maha Bijaksana Allah swt. yang menciptakan kehidupan dengan segala kelengkapannya. Laut yang luas dengan segala kandungannya. Langit yang biru dengan gemerlap hiasan bintang-bintangnya. Dan kehidupan manusia dengan kelengkapan aturan dan rambu-rambunya.

Berdekat-dekatlah dengan Al-Quran, hati akan memperoleh kesegaran. Hati sebenarnya mirip dengan tanaman. Ia bisa segar, layu, dan kering. Karena itu, hati butuh sesuatu yang bisa menyuburkan: siraman air yang menyejukkan, kehangatan matahari yang menguatkan, dan tanah gembur yang banyak makanan.


Untuk hati, siraman air adalah cahaya Al-Quran, kehangatan matahari adalah nasihat, dan tanah gembur merupakan lingkungan yang baik. Hati yang selalu dekat dengan Al-Quran bagaikan tanaman yang tumbuh di sekitar mata air nan jernih. Ia akan tumbuh subur dan kokoh.

Dari Abu Hurairah ra., Rasulullah saw. bersabda, “Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah-rumah Allah untuk melantunkan ayat-ayat suci Al-Quran dan mempelajarinya, melainkan akan turun kepada mereka ketenangan, dilingkupi pada diri mereka rahmat, dilingkari para malaikat, dan Allah pun akan menyebut (memuji) mereka pada makhluk yang ada di dekat-Nya.” (HR. Muslim)

Berdekat-dekatlah dengan Al-Quran, pandangan akan menemukan kejernihan. Secanggih apa pun sebuah gagasan, pemikiran; selama tidak bersandar pada Al-Quran, selama tidak dibimbing Al-Quran, hanya akan berkutat pada persoalan teknis. Bukan sesuatu yang ideal. Hanya akan berkutat pada materi dan materi.

Itulah yang diraih peradaban Barat saat ini. Sekilas kehidupan masyarakatnya seperti makmur sejahtera, padahal nilai-nilai sosial di sana sudah luntur. Idealita hidup menjadi begitu dangkal. Nilai hidup dan kemanusiaan menjadi tidak begitu dihargai.

Begitu pun ketika umat Islam berjarak dengan Al-Quran. Semakin jauh, pola pikir akan terjebak pada persoalan materi. Masalah yang muncul tidak pernah terselesaikan. Karena gagasan tidak mampu menyentuh persoalan inti, cuma berkutat pada yang kulit.

Krisis bangsa ini ada pada sisi moral. Dan itu ada dalam jiwa manusia. Upaya perubahan tidak akan punya arti jika tanpa ada pembenahan pada jiwa manusia. Allah swt. berfirman, “…Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehinga mereka mengubah keadaan yang ada pada jiwa mereka sendiri….” (Ar-Ra’du: 11)

Berdekat-dekat dengan Al-Quran akan menyegarkan jiwa. Segala syahwat buruk yang melahirkan emosi jahat bisa terkikis. Pandangan pun akan menjadi jernih. Maha Suci Allah dalam firman-Nya, “Dan Kami turunkan dari Alquran suatu yang menjadi obat dan rahmat bagi orang-orang yang beriman, dan Alquran itu tidaklah menambah kepada orang-orang zalim selain kerugian.” (Al-Isra’: 82)

Berdekat-dekatlah dengan Al-Quran, langkah akan mendapat bimbingan. Siapa pun kita, tetap tidak bisa keluar dari sifat sebagai manusia. Kadang melangkah dengan semestinya, kadang juga tersasar. Inilah di antara kelemahan manusia yang tidak bisa menentukan dengan kemampuan dirinya: mana jalan yang benar, dan mana yang tidak. Ia butuh bimbingan.

Hati yang segar dan pemikiran yang jernih akan menggiring langkah ke jalan yang lurus. Khusus mereka yang selalu dekat dengan Al-Quran, jalan kehidupan seperti dilengkapi rambu-rambu. Begitu jelas.

Kalaupun ia tersasar karena sifat manusianya, akan ada rasa tidak nyaman. Firasat imannya seperti memberikan sinyal. Bisa dalam bentuk kegelisahan, keraguan, dan sebagainya. Ia tidak lagi butuh teguran apalagi hukuman. Cukup dengan isyarat dari Allah swt., kesadaran pun kembali segar.

“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan berimanlah kepada Rasul-Nya, niscaya Allah memberikan rahmat-Nya kepadamu dua bagian, dan menjadikan untukmu cahaya yang dengan cahaya itu kamu dapat berjalan dan Dia mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Hadiid: 28)

Berdekat-dekatlah dengan Al-Quran, kita tidak akan pernah sendirian. Keimanan dalam hati seseorang bisa terang, bisa juga redup. Ketika redup itulah, seorang mukmin seperti dalam kesendirian. Ada ketakutan, putus asa, ketidakmampuan, dan sejenisnya. Dunia seperti hutan lebat tanpa seorang pun di sana, kecuali dia seorang. Ia sangat butuh teman.

Seorang mukmin yang membaca Al-Quran, ia seperti sedang berdialog dengan seorang teman sejati. Yang siap menunjukkan yang salah dan yang benar. Ia menuntun sang teman kepada jalan yang baik, penuh kebahagiaan dan keselamatan.

Rasulullah saw. mengatakan, “Siapa yang ingin berdialog dengan Rabbnya, maka hendaklah dia membaca Al-Quran.” (HR. Adailami dan Al-Baihaqi)

Kini semua pilihan terhampar. Petunjuk dan rambu-rambu pun sudah diberikan. Tinggal kita yang harus menentukan: memilih jalan bersama Al-Quran, atau tidak. Maha Benar Allah dalam firman-Nya, “…maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir….” (Al-Kahfi: 29)

Minggu, 18 April 2010

Ihsan (Perbuatan Baik)

Bismillahirohmanirrohim

Assalamu’alaikum waroh matullohi wabarokatuh

Pengertian
• Ihsan dianalogikan sebagai atap bangunan Islam (Rukun iman adalah pondasi, Rukun Islam adalah bangunannya).
• Ihsan (perbuatan baik dan berkualitas) berfungsi sebagai pelindung bagi bangunan keislaman seseorang. Jika seseorang berbuat ihsan, maka amal-amal Islam lainnya akan terpelihara dan tahan lama (sesuai dengan fungsinya sebagai atap bangunan Islam)
Landasan ihsan
1. Landasan Qauliy
“Sesungguhnya Allah telah mewajibkan untuk berbuat ihsan terhadap segala sesuatu. Maka jika kamu menyembelih, maka sembelihlah dengan cara yang ihsan, dan hendaklah menajamkan pisau dan menyenangkan (menenangkan & menen-tramkan) hewan sembelihan itu” (HR Muslim). Tuntutan untuk berbuat ihsan dalam Islam yaitu secara maksimal (terhadap segala sesuatu: manusia, hewan) dan optimal (terhadap yang hidup maupun yang akan mati)

2. Landasan Kauniy
Dengan melihat fenomena dalam kehidupan ini, secara sunatullah setiap orang suka akan perbuatan yang ihsan.
Alasan Berbuat Ihsan, Ada dua alasan mengapa kita berbual ihsan:
1. Adanya Monitoring Allah (Muraqabatullah)
Dalam HR Muslim dikisahkan jawaban Rasul ketika ditanya malaikat Jibril yang menyamar sebagai manusia, tentang definisi ihsan: “Mengabdilah kamu kepada Allah seakan-akan kamu melihat Dia. Jika kamu tidak melihatNya, sesungguhnya Dia meIihatmu”.
2. Adanya Kebaikan Allah (Ihsanullah)
Allah telah memberikan nikmatnya yang besar kepada semua makhlukNya (QS. 28:77 QS. 55, QS. 108: 1-3)
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenimatan) dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”. (QS. 28:77)

Dengan mengingat Muraqabatullah dan Ihsanullah, maka sudah selayaknya kita ber-Ihsanun Niyah (berniat yang baik). Karena niat yang baik akan mengarahkan kita kepada:
1.Ikhlasun Niyat (Niat yang Ikhlas)
2. Itqonul ‘Amal (Amal yang rapi)
3. Jaudatul Adaa’ (Penyelesalan yang baik)
Jika seseorang beramal dan memenuhi kriteria di atas, maka ia telah memiliki Ihsanul ‘Amal (Amal yang ihsan).
Ada 3 keuntungan jika sesorang meramal dengan amal yang ihsan:
1) Dicintai Allah

“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik”. (QS. 2:195)

2) Mendapat Pahala “Dan jika kamu sekalian menghendaki (keredhaan) Allah dan Rasul-Nya serta (kesenangan) di negeri akhirat, maka sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa yang yang berbuat baik di antaramu pahala yang besar”. (QS. 33:29)

3) Mendapat Pertolongan Allah “Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan”. (QS. 16:128)
Kesimpulan :
Jadi untuk beramal ihsan harus memenuhi kriteria:
1) Zhohirotul Ihsan (Menampakan Ihsan). Artinya: Melakukan yang terbaik !
2) Qiimatul Ihsan (Nilai Ihsan). Artinya: Ikhlaslah selalu!

Hadza wallohi yar’ana wayahfadna walkhamdulillahi robbil’alamin