Powered By Blogger

Jumat, 19 November 2010

Ternyata Kerajaan Majapahit adalah Muslim

Seorang sejarawan pernah berujar bahwa sejarah itu adalah versi atau sudut pandang orang yang membuatnya. Versi ini sangat tergantung dengan niat atau motivasisi pembuatnya. Barangkali ini pula yang terjadi dengan Majapahit, sebuah kerajaan maha besar masa lampau yang pernah ada di negara yang kini disebut Indonesia. Kekuasaannya membentang luas hingga mencakup sebagian besar negara yang kini dikenal sebagai Asia Tenggara.

Namun demikian, ada sesuatu yang ‘terasa aneh’ menyangkut kerajaan yang puing-puing peninggalan kebesaran masa lalunya masih dapat ditemukan di kawasan Trowulan Mojokerto ini. Sejak memasuki Sekolah Dasar, kita sudah disuguhi pemahaman bahwa Majapahit adalah sebuah kerajaan Hindu terbesar yang pernah ada dalam sejarah masa lalu kepulauan Nusantra yang kini dkenal Indonesia. Inilah sesuatu yang terasa aneh tersebut. Pemahaman sejarah tersebut seakan melupakan beragam bukti arkeologis, sosiologis dan antropologis yang berkaitan dengan Majapahit yang jika dicerna dan dipahami secara ‘jujur’ akan mengungkapkan fakta yang mengejutkan sekaligus juga mematahkan pemahaman yang sudah berkembang selama ini dalam khazanah sejarah masyarakat Nusantara.
‘Kegelisahan’ semacam inilah yang mungkin memotivasi Tim Kajian Kesultanan Majapahit dari Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pengurus Daerah Muhammadiyah Yogyakarta untuk melakukan kajian ulang terhadap sejarah Majapahit. Setelah sekian lama berkutat dengan beragam fakta-data arkeologis, sosiologis dan antropolis, maka Tim kemudian menerbitkannya dalam sebuah buku awal berjudul ‘Kesultanan Majapahit, Fakta Sejarah Yang Tersembunyi’.
Buku ini hingga saat ini masih diterbitkan terbatas, terutama menyongsong Muktamar Satu Abad Muhammadiyah di Yogyakarta beberapa waktu yang lalu. Sejarah Majapahit yang dikenal selama ini di kalangan masyarakat adalah sejarah yang disesuaikan untuk kepentingan penjajah (Belanda) yang ingin terus bercokol di kepulauan Nusantara.
Akibatnya, sejarah masa lampau yang berkaitan dengan kawasan ini dibuat untuk kepentingan tersebut. Hal ini dapat pula dianalogikan dengan sejarah mengenai PKI. Sejarah berkaitan dengan partai komunis ini yang dibuat dimasa Orde Baru tentu berbeda dengan sejarah PKI yang dibuat di era Orde Lama dan bahkan era reformasi saat ini. Hal ini karena berkaitan dengan kepentingan masing-masing dalam membuat sejarah tersebut.
Dalam konteks Majapahit, Belanda berkepentingan untuk menguasai Nusantara yang mayoritas penduduknya adalah muslim. Untuk itu, diciptakanlah pemahaman bahwa Majapahit yang menjadi kebanggaan masyarakat Indonesia adalah kerajaan Hindu dan Islam masuk ke Nusantara belakangan dengan mendobrak tatanan yang sudah berkembang dan ada dalam masyarakat.

Apa yang diungkapkan oleh buku ini tentu memiliki bukti berupa fakta dan data yang selama ini tersembunyi atau sengaja disembunyikan. Beberapa fakta dan data yang menguatkan keyakinan bahwa kerajaan Majpahit sesungguhnya adalah kerajaan Islam atau Kesultanan Majapahit adalah sebagai berikut:
1. Ditemukan atau adanya koin-koin emas Majapahit yang bertuliskan kata-kata ‘La Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah’. Koin semacam ini dapat ditemukan dalam Museum Majapahit di kawasan Trowulan Mojokerto Jawa Timur. Koin adalah alat pembayaran resmi yang berlaku di sebuah wilayah kerajaan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sangat tidak mungkin sebuah kerajaan Hindu memiliki alat pembayaran resmi berupa koin emas bertuliskan kata-kata Tauhid.



2. Pada batu nisan Syeikh Maulana Malik Ibrahim yang selama ini dikenal sebagai Wali pertama dalam sistem Wali Songo yang menyebarkan Islam di Tanah Jawa terdapat tulisan yang menyatakan bahwa beliau adalah Qadhi atau hakim agama Islam kerajaan Majapahit. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Agama Islam adalah agama resmi yang dianut oleh Majapahit karena memiliki Qadhi yang dalam sebuah kerajaan berperan sebagai hakim agama dan penasehat bidang agama bagi sebuah kesultanan atau kerajaan Islam.
3. Pada lambang Majapahit yang berupa delapan sinar matahari terdapat beberapa tulisan Arab, yaitu shifat, asma, ma’rifat, Adam, Muhammad, Allah, tauhid dan dzat. Kata-kata yang beraksara Arab ini terdapat di antara sinar-sinar matahari yang ada pada lambang Majapahit ini.

Untuk lebih mendekatkan pemahaman mengenai lambang Majapahit ini, maka dapat dilihat pada logo Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, atau dapat pula dilihat pada logo yang digunakan Muhammadiyah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Majapahit sesungguhnya adalah Kerajaan Islam atau Kesultanan Islam karena menggunakan logo resmi yang memakai simbol-simbol Islam.
4. Pendiri Majapahit, Raden Wijaya, adalah seorang muslim. Hal ini karena Raden Wijaya merupakan cucu dari Raja Sunda, Prabu Guru Dharmasiksa yang sekaligus juga ulama Islam Pasundan yang mengajarkan hidup prihatin layaknya ajaran-ajaran sufi, sedangkan neneknya adalah seorang muslimah, keturunan dari penguasa Sriwijaya. Meskipun bergelar Kertarajasa Jayawardhana yang sangat bernuasa Hindu karena menggunakan bahasa Sanskerta, tetapi bukan lantas menjadi justifikasi bahwa beliau adalah seorang penganut Hindu.
Bahasa Sanskerta di masa lalu lazim digunakan untuk memberi penghormatan yang tinggi kepada seseorang, apalagi seorang raja. Gelar seperti inipun hingga saat ini masih digunakan oleh para raja muslim Jawa, seperti Hamengku Buwono dan Paku Alam Yogyakarta serta Paku Buwono di Solo.
Di samping itu, Gajah Mada yang menjadi Patih Majapahit yang sangat terkenal terutama karena Sumpah Palapanya ternyata adalah seorang muslim. Hal ini karena nama aslinya adalah Gaj Ahmada, seorang ulama Islam yang mengabdikan kemampuannya dengan menjadi Patih di Kerajaan Majapahit. Hanya saja, untuk lebih memudahkan penyebutan yang biasanya berlaku dalam masyarakat Jawa, maka digunakan Gajahmada saja. Dengan demikian, penulisanGajah Mada yang benar adalah Gajahmada dan bukan ‘Gajah Mada’.
Pada nisan makam Gajahmada di Mojokerto pun terdapat tulisan ‘LaIlaha Illallah Muhammad Rasulullah’ yang menunjukkan bahwa Patih yang biasa dikenal masyarakat sebagai Syeikh Mada setelah pengunduran dirinya sebagai Patih Majapatih ini adalah seorang muslim.
5. Jika fakta-fakta di atas masih berkaitan dengan internal Majapahit, maka fakta-fakta berikut berhubungan dengan sejarah dunia secara global. Sebagaimana diketahui bahwa 1253 M, tentara Mongol dibawah pimpinan Hulagu Khan menyerbu Baghdad. Akibatnya, Timur Tengah berada dalam situasi yang berkecamuk dan terjebak dalam kondisi konflik yang tidak menentu.
Dampak selanjutnya adalah terjadinya eksodus besar-besaran kaum muslim dari TimurTengah, terutama para keturunan Nabi yang biasa dikenal dengan‘Allawiyah. Kelompok ini sebagian besar menuju kawasan Nuswantara (Nusantara) yang memang dikenal memiliki tempat-tempat yang eksotis dan kaya dengan sumberdaya alam dan kemudian menetap dan beranak pinak di tempat ini. Dari keturunan pada pendatang inilah sebagian besar penguasa beragam kerajaanNusantara berasal, tanpa terkecuali Majapahit.
Inilah beberapa bukti dari fakta dan data yang mengungkapkan bahwa sesungguhnya Majapahit adalah Kesultanan Islam yang berkuasa di sebagian besar kawasan yang kini dikenal sebagai Asia Tenggara ini. Sekali lagi terbukti bahwa sejarah itu adalah versi, tergantung untuk apa sejarahitu dibuat dan tentunya terkandung di dalamnya beragam kepentingan.Wallahu A’lam Bishshawab. Hanya Tuhan Yang Maha Mengetahui

Jumat, 12 November 2010

Hentikan Sindrom Utang Luar Negeri Supaya Rakyat Tidak Makin Miskin

Utang Era Soekarno Sampai SBY

Utang nan memblenggu kemiskinanBerutang untuk mengentaskan kemiskinan (memakmurkan rakyat). Benarkah? Atau hal itu hanya slogan! Kenyataan, utang kita (pemerintah Indonesia), baik utang luar negeri maupun dalam negeri, dari tahun ke tahun semakin membesar, dan kemiskinan pun masih terus membelenggu rakyat. Ditambah lagi beban utang luar negeri swasta yang semakin besar. Tampaknya, Indonesia telah masuk dalam perangkap utang permanen (permanent debt trap), yang memungkinkan Indonesia akan tetap miskin (permanent poor) dan berutang hingga kiamat tiba.

Bakyat diajak untuk bersabar, mengencangkan ikat pinggang. Pembangunan memerlukan waktu, bertahap dan jangka panjang. Membangun, tidak semudah membalikkan telapak tangan. Namun, pertanyaannya, berapa lama jangka panjang itu dan seberapa ketat ikat pinggang itu? Jangan-jangan saking lamanya jangka panjang itu, semua rakyat miskin sudah mati, serta saking ketatnya ikat pinggang, hingga rakyat miskin sudah tidak lagi punya pinggang.

Dalam kaitan ini, berangkali relevan dikutip apa yang dikemukakan John Maynard Keynes (Cambridge, 5 Juni 1883 - Sussex, 21 April 1946) seorang ahli ekonomi Inggris yang melontarkan ide-ide radikal dan berdampak luas pada ilmu ekonomi modern serta pemikiran dan filsafatnya biasa disebut dengan istilah Keynesianisme. Keynes mengatakan the long run is a misleading guide to current affairs. (Jangka panjang adalah panduan menyesatkan untuk urusan saat ini). Sebab menurutnya, in the long run we are all dead. (Dalam jangka panjang kita semua sudah mati).

Bisa saja pernyataan Keynes ini dipandang mengandung kelakar. Tetapi jika melihat kebijakan pemerintah yang menjanjikan pembangunan jangka panjang dan selalu mengejar angka dan persentasi laju pertumbuhan dengan mengandalkan utang seperti terjadi hingga saat ini, sampai kapan pun rakyat Indonesia akan dibelenggu kemiskinan. Atau, setidaknya, mustahil si pengutang lebih kaya dari pemberi utang, jika kebijakan utang-piutang itu dilakukan seperti selama ini.

Dalam pandangan pemerintah, sebagaimana dirilis Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang, Kementerian Keuangan RI, perihal Perkembangan Utang Negara, Edisi Juni 2010, disebutkan utang merupakan bagian dari Kebijakan Fiskal (APBN) yang menjadi bagian dari Kebijakan Pengelolaan Ekonomi secara keseluruhan, yang bertujuan menciptakan kemakmuran rakyat dalam bentuk penciptaan kesempatan kerja, mengurangi kemiskinan, dan menguatkan pertumbuhan ekonomi, serta menciptakan keamanan.

Utang, katanya, adalah konsekuensi dari postur APBN (yang mengalami defisit), dimana penerimaan negara lebih kecil daripada belanja negara. Pemerintah berpandangan, pembiayaan APBN melalui utang merupakan bagian dari pengelolaan keuangan negara yang lazim dilakukan oleh suatu negara. Di mana utang merupakan instrumen utama pembiayaan APBN untuk menutup defisit APBN, dan untuk membayar kembali utang yang jatuh tempo (debt refinancing); serta refinancing dilakukan dengan terms & conditions (biaya dan risiko) utang baru yang lebih baik.

Renumerisasi: Salah satu contoh reformasi birokrasi yang dibiayai dengan utang luar negeri berupa dana tunjangan khusus bagi Kementerian KeuanganPenjelasan pemerintah ini, secara sengaja atau tidak, mengakui bahwa Indonesia telah terjebak dalam perangkap utang permanen. Gali lobang untuk menutup lobang. Utang untuk menutupi defisit anggaran serta membayar cicilan utang dan bunganya. Sehingga tujuan kebijakan pengelolaan ekonomi untuk menciptakan kemakmuran rakyat sering kali menjadi bukan prioritas utama.

Jumlah nominal utang luar negeri terus membesar berlipat-lipat, sementara penciptaan lapangan kerja dan upaya pengurangan kemiskinan merambat lambat, nyaris tak bergerak lebih baik. Angka laju pertumbuhan dikejar demi prestasi dan pencitraan, tanpa peduli apakah laju pertumbuhan itu bersinggulang langsung dengan pengurangan kemiskinan rakyat.

Nyatanya, kemiskinan pun kian merisaukan (Kompas, 12/7/2010). Laju penurunan angka kemiskinan semakin lambat. Di sisi lain, angka inflasi meningkat seiring kenaikan harga bahan kebutuhan pokok. Beban masyarakat termarjinalkan pun makin berat seiring kenaikan tarif dasar listrik per 1 Juli 2010. Menurut data pemerintah (Badan Pusat Statistik) jumlah penduduk miskin saat ini (Maret 2010) sebanyak 31,02 juta (13,33 persen), sedangkan Maret 2009 sebanyak 32,53 juta (14,15 persen). Penentuan jumlah penduduk miskin versi pemerintah ini didasarkan pada asumsi pengeluaran rata-rata per kapita penduduk per bulan adalah Rp.211,726, tergolong di bawah garis kemiskinan.

Bandingkan dengan garis kemiskinan yang ditetapkan oleh Bank Dunia USD 2 per kapita per hari. Jika Indonesia menggunakan garis kemiskinan USD 2 per kapita per hari atau Rp. 552.000 per bulan (kurs Rp.9.200/USD 1), maka jumlah orang miskin di Indonesia lebih 90 juta orang.

Tampaknya, pemerintah selalu dengan giat menurunkan angka kemiskinan dalam data Badan Pusat Statistik. Apakah data itu sesuai dengan realitas kehidupan keseharian rakyat, itu adalah soal lain. Yang penting ada data-data publikasi penurunan angka kemiskinan untuk meningkatkan citra pejabat pemerintah.

Bila perlu, paling menyedihkan, rakyat disuapi saja dengan BLT (bantuan langsung tunai) dan Raskin (beras miskin). Tak peduli apakah dengan hal itu rakyat semakin mandiri atau tidak. Sehingga semakin ‘paripurna dan permanenlah’ kemiskinan rakyat dengan mental peminta-minta. Akibatnya, yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin serta karakter kemandirian bangsa semakin melorot pula.

Barangkali hal inilah yang dikuatirkan Presiden Soekarno ketika dengan lantang menolak tawaran utang dari negara-negara maju (kapitalis), dengan ucapan yang terkenal: Go to hell your aid! Dia pemimpin visioner yang memilih lebih baik menyerukan dan mengajak rakyat untuk Berdikari (berdiri di atas kaki sendiri) sekaligus mengedepankan pembangunan karakter bangsa (character and nation building).

Kendati pemerintahan Soekarno tidak bebas murni dari utang luar negeri, tetapi dia mempunyai visi dan sikap yang tegas bahwa untuk membangun kejayaan bangsa harus dengan mengandalkan kemandirian dan karakter bangsa yang kuat. Visi Soekarno ini memberi penegasan yang cerdas bahwa berutang dan menerima investasi luar bukanlah hal yang haram atau tabu, tetapi harus dengan visi, prinsip, sikap dan tujuan yang jelas dan teguh membangun kemandirian bangsa.

Prinsip inilah tampaknya yang dilupakan pemerintah Indonesia sejak Orde Baru hingga Era Reformasi hari ini. Dengan amat mudah, pemerintah berkata bahwa utang adalah konsekuensi dari postur APBN (yang mengalami defisit), dimana penerimaan negara lebih kecil daripada belanja negara. Bahkan, apabila dipercaya sebagai negara pengutang, sudah menjadi kebanggaan pemerintah. Sehingga jumlah nominal utang luar negeri Indonesia (utang pemerintah dan utang swasta) setiap tahun melonjak semakin tinggi. (Baca: Utang dari Soekarno Hingga SBY).

Rekor Utang Terbesar
Tim Indonesia Bangkit (TIB) yang ‘beroposisi’ dengan pemerintah mencatat utang Indonesia dalam lima tahun terakhir mengalami peningkatan sebesar 31 persen menjadi Rp 1.667 triliun. “Utang sebesar itu merupakan utang terbesar Indonesia sepanjang sejarah,” kata Ketua Tim Indonesia Bangkit, Rizal Ramli. Menurut Rizal, itu menempatkan Indonesia pada rekor utang terbesar sepanjang sejarah.

Rizal juga menjelaskan jumlah utang per kapita Indonesia pun meningkat. Jika pada 2004 utang per kapita Indonesia sekitar Rp 5,8 juta per kepala, maka pada Februari 2009 melonjak jadi Rp 7,7 juta per kepala. “Kan aneh, data TIB menunjukkan utang naik, kok berani-beraninya pemerintah bikin iklan utang turun,” katanya.

Total utang pemerintah pusat sampai Mei 2010 telah mencapai USD 175,31 miliar (ekuivalen Rp.1.609,31 triliun dengan nilai tukar Rp.9.180/USD.1). Bahkan berdasarkan perhitungan asumsi makro 2011, jumlah utang pemerintah ini diperkirakan akan mencapai Rp.1.878 triliun.

Jika dilihat dari posisi utang pemerintah (pinjaman luar negeri dan Surat Berharga Negara) yang dirilis Dirjen Pengelolaan Utang, Kemkeu RI, Edisi Juni 2010, telah terjadi kenaikan jumlah nominal utang pemerintah yang sangat tinggi dalam kurun waktu 2001-2010. Jika pada akhir tahun 2001 utang pemerintah pusat mencapai USD 122,42 miliar (Rp.1.273,18 triliun dengan kurs Rp.10.400/USD.1), bertambah sebesar USD 17.46 miliar (Rp. 174, 6 triliun dengan kurs Rp.10.000/USD.1) pada akhir 2004 menjadi USD 139.88 miliar (Rp.1.299,50 triliun dengan kurs Rp.9.290/USD.1).

Kenaikan jumlah nominal utang pemerintah semakin tinggi terjadi dalam pemerintahan saat ini (2005-Mei 2010), menjadi USD 175.31 miliar (Rp. 1.609,31 triliun dengan kurs Rp.9.180/USD.1). Atau meningkat USD 35.43 miliar (Rp. 325.956 triliun dengan kurs Rp.9.200/USD.1). Bandingkan dengan utang luar negeri pemerintah Orde Baru (32 tahun) sebesar USD 53.865 (1997) dan akibat diterpa krisis naik sebesar USD 13.463 menjadi USD 67.328 (1998) yang berakibat secara politik dengan lengsernya Presiden Soeharto.

Posisi utang pemerintah 2001-2010Pemerintah (Kementerian Keuangan) menjelaskan bahwa kenaikan jumlah nominal utang pemerintah yang sedemikian tinggi sejak 2005 yakni sebesar USD 35.43 miliar (Rp. 325.956 triliun dengan kurs Rp.9.200/USD.1), itu berasal dari: Pertama, akumulasi utang di masa lalu (legacy debts) yang memerlukan refinancing yang cukup besar; Kedua, dampak krisis ekonomi tahun 1997/1998 yang berakibat: a) Depresiasi Rupiah terhadap mata uang asing, b) BLBI dan Rekapitalisasi Perbankan, c) Sebagian setoran BPPN dari asset-recovery digunakan untuk APBN selain untuk melunasi utang/obligasi rekap.

Ketiga, pembiayaan defisit APBN merupakan keputusan politik antara Pemerintah dan DPR-RI antara lain untuk: a) Menjaga stimulus fiskal melalui misalnya pembangunan infrastruktur, pertanian dan energi,dan proyek padat karya; b) Pengembangan peningkatan kesejahteraan masyarakat misalnya PNPM, BOS, Jamkesmas,Raskin, PKH,Subsidi; c) Mendukung pemulihan dunia usaha termasuk misalnya insentif pajak; d) Mempertahankan anggaran pendidikan 20%; e) Peningkatan anggaran Alat Utama Sistem Persenjataan (Alutsista); dan f) Melanjutkan reformasi birokrasi.

Penjelasan ini menegaskan bahwa pemerintah memang mengandalkan utang, selain untuk membayar cicilan utang masa lalu dan bunganya yang jatuh tempo, juga menjaga stimulus fiskal, membiayai PNPM, BOS, Jamkesmas, Raskin, PKH dan subsidi, juga membiayai insentif pajak dan reformasi birokrasi (remunerasi). Salah satu contoh, reformasi birokrasi yang dibiayai dengan utang luar negeri adalah pemberian remunerasi (dana tunjangan khusus) pagawai Kementerian Keuangan.

Selain itu, pemerintah terus melanjutkan ketagihan berutang ke luar negeri, pada era pemerintahan saat ini, kendati dengan bunga yang lebih tinggi (komersial). Sebab akses terhadap pinjaman luar negeri dengan persyaratan sangat lunak dari lembaga keuangan multilateral bagi Indonesia sudah dibatasi. Pembatasan ini disebabkan status Indonesia yang tidak lagi digolongkan sebagai low income country, di samping adanya batas maksimum pinjaman yang dapat disalurkan ke suatu negara (country limit).

Bahkan berita terbaru, Moody’s Investors Service pada (21/6/2010) menaikkan peringkat utang Indonesia berdominasi rupiah dan mata uang asing dari stabil menjadi positif dengan level Ba2. Sebagaimana dikutip Reuters Senin (21/6/2010), Moody’s Investors Service menyebut dengan demikian Indonesia memiliki kapasitas yang kuat untuk mewujudkan pertumbuhan berkelanjutan, stabilitas dan efektifitas keuangan dan kebijakan moneter.

Moody’s juga meningkatkan rating depostito jangka panjang berdominasi mata uang asing di 10 bank di Indonesia ke Ba3, dari stabil menjadi positif atau satu level di bawah investment grade (level layak investasi). Tahun 2009, Moody’s menaikkan rating utang luar negeri Indonesia menjadi Ba2 atau dua level di bawah investment grade.

Chris KomariMenanggapi hal ini, Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengatakan naiknya peringkat Indonesia dari stabil menjadi positif dari Moody’s sebagai sinyal positif bagi Indonesia untuk segera masuk ke jajaran investment grade. Dengan demikian, kata Agus, pemerintah akan semakin berhati-hati dalam menetapkan kebijakan fiskal dan moneter untuk menjaga performance pemerintah. Meskipun dia tidak mau memasang target waktu Indonesia masuk ke jajaran investment grade. “Kalau itu saya tidak bisa bilang (masuk ke investment grade), kita mesti kerja yang baik saja,” tandasnya.

Sebelumnya, Maret 2010, Standard & Poor’s juga meningkatkan rating utang Indonesia berdominasi mata uang asing dua tingkat di bawah investment grade. Bahkan Januari 2010, Fitch Ratings telah meningkatkan rating Indonesia menjadi satu tingkat di bawah level layak investasi (investment grade).Pemerintah boleh bangga dengan kenaikan peringkat ini, tapi sebagaimana dikemukakan Menkeu Agus Martowardojo pemerintah harus semakin berhati-hati dalam menetapkan kebijakan fiskal dan moneter.

Sebab hal ini juga bermakna bahwa Indonesia yang terus didorong lembaga dan negara-negara maju (kreditor) untuk melanjutkan ketergantungan meminjam (berutang), tapi bukan lagi pinjaman lunak (berbunga rendah) melainkan pinjaman komersial berbunga lebih tinggi. Sehingga, kenaikan peringkat utang ini bisa menjadi perangkap jika pemerintah tidak berhati-hati.

Puja-puji lembaga atau negara kreditor itu seharusnya diwaspadai. Sebab, bukankah saat ini utang pemerintah sudah semakin banyak dan mencemaskan? Saking banyaknya, jika ditumpuk tidak muat di beberapa gedung termasuk Gelora Bung Karno, Senayan. “Banyaknya, mungkin kalau (uangnya) ditumpuk jadi berapa gedung, GOR Senayan juga enggak akan cukup,” ungkap Dirjen Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan, Rahmat Waluyanto, kepada pers di kantornya, Jakarta, Senin (19/4/2010).

Menurutnya, nominal utang pemerintah pusat kian bertambah dari waktu ke waktu yang disebabkan meningkatnya nominal defisit dan utang lama yang jatuh tempo. Walaupun pinjaman luar negeri semakin berkurang, tetapi tambahan nominal utang berasal dari surat berharga negara (SBN) baik surat utang negara (SUN) dan sukuk. Kondisi tersebut ditunjang oleh porsi SBN valas yang meningkat karena daya serap pasar domestik masih terbatas. Menurutnya, SBN valas ini untuk benchmarking dan memperkuat cadangan devisa.

Memang, sebagaimana sering didengungkan pemerintah, meskipun secara nominal jumlah utang pemerintah semakin meningkat, namun besaran rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) semakin menurun. Pada akhir tahun 2001, rasio utang terhadap PDB sebesar 77 persen, menurun menjadi 67 persen tahun 2004, dan makin menurun lagi menjadi 26 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) pada Mei 2010 (perkiraan sementara).

Rahmat WaluyantoSebelumnya, Dirjen Pengelolaan Utang Rahmat Waluyanto saat konferensi pers di ruang pers Kementerian Keuangan, Jalan Dr Wahidin, Jakarta, Selasa (25/5/2010) malam mengatakan meski bertambah (nominal utang), tapi sesuai konsensus dari semua cendikiawan di dunia bahwa harus dilihat dari GDP. Dia menjelaskan peningkatan nominal utang pemerintah merupakan penyesuaian atas besaran defisit anggaran yang mengikuti pertambahan nominal PDB dari tahun ke tahun.

Selain itu, Rahmat Waluyanto mengatakan pemerintah juga berkepentingan untuk membayar utang jatuh tempo yang cukup tinggi pada tahun ini di mana utang tersebut dibuat oleh pemerintahan sebelumnya. Tahun ini, menurut Menteri Keuangan Agus Martowardojo pemerintah bersiap menanggung utang jatuh tempo sekira Rp.115 triliun. “Pada tahun ini utang jatuh tempo kita Rp110 triliun, kalau ditambah bunga Rp115 triliun dan sekarang sedang dalam posisi untuk memperpanjang itu,” jelasnya dalam konferensi pers di Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (25/5/2010) malam.

Menkeu Agus Martowardojo menegaskan tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari besaran utang yang ditanggung oleh pemerintah. Sebab pengelolaan utang negara saat ini berkategori sehat, karena pemerintah juga mengelola utang jatuh tempo setiap tahunnya.

Dirjen Pengelolaan Utang Rahmat Waluyanto juga membantah anggapan pengelolaan utang tidak efisien. Pasalnya, defisit anggaran setiap tahunnya dibatasi maksimal hanya tiga persen dari PDB. Tambahan pinjaman luar negeri neto dianggarkan negatif sejak 2004, artinya jumlah pembayaran kembali utang dianggarkan lebih besar dibanding dengan jumlah penarikan pinjaman luar negeri baru.

Dia juga menjelaskan bahwa tidak benar jika tambahan utang melewati batas APBN. “September 2009, lembaga pemeringkat internasional menaikkan rating kredit Indonesia karena dinilai telah mengelola keuangan dengan baik. Audit BPK terhadap pengelolaan utang, juga sudah mendapat opini wajar tanpa pengecualian (WTP),” tambahnya.

Rahmat menegaskan bahwa jumlah nominal defisit dan pembiayaan melalui utang, termasuk pelunasan utang, ditetapkan dalam Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setiap tahunnya dengan persetujuan DPR. Maka, dia sangat heran kalau ada pengamat merangkap anggota DPR terus teriak-teriak soal utang. “Dia (DPR) sendiri kan ikut juga membahas itu,” katanya.

Sementara. perihal anggapan bahwa yield surat utang negara (SUN) yang terlalu tinggi, Rahmat Waluyanto mengatakan pemerintah tidak memiliki kapasitas untuk menetapkan yield atas SUN tersebut. Karena Yield obligasi ditetapkan melalui mekanisme pasar yang prosesnya dilakukan secara akuntabel dan transparan.

Rizal RamliSebelumnya, Sri Mulyani, sebelum mengundurkan diri dari jabatan menteri Keuangan, dalam paparannya di Musrenbangnas 2010, di Hotel Bidakara, Jakarta, Rabu (28/4/2010) mengatakan kendati berdasarkan perhitungan asumsi makro 2011, jumlah utang pemerintah diperkirakan akan mencapai Rp1.878 triliun atau meningkat dari utang pada kondisi awal 2010 yang sebesar Rp1.617 triliun, namun, jika dibandingkan antara jumlah utang dan PDB, rasio utang Indonesia pada tahun 2011 justru akan lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya yaitu hanya sebesar 26,7 persen saja.

“Pada 2011, utang Indonesia rasionya terhadap PDB semakin kecil yaitu hanya sebesar 26,7 persen dari PDB atau turun dari tahun ini yang sudah ada di kisaran 30 persen,” ujar Sri Mulyani. Dia menegaskan, peningkatan jumlah utang tersebut masih sejalan dengan pertumbuhan PDB. Menurut Sri Mulyani, kondisi ekonomi Indonesia sudah jauh lebih baik saat ini, namun tetap saja diperlukan kewaspadaan tinggi terhadap perkembangan ekonomi global. Dipaparkan, defisit dalam RAPBN-P 2011 ditetapkan sebesar 1,7 persen dari PDB atau menurun dibandingkan dengan asumsi defisit dari APBN-P 2010 adalah 2,1 persen.

Data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang, menunjukkan kebutuhan pembiayaan utang pada tahun 2010 mencapai Rp 234,776 triliun, yakni digunakan untuk membiayai desifit anggaran sebesar Rp 98,010 triliun, pembayaran utang jatuh tempo dan cicilan pokok pinjaman luar negeri Rp 129,384 triliun, serta biaya lain-lain sebesar Rp 7,381 triliun.

Untuk menutupi sebagian besar kebutuhan pembiayan tahun ini, pemerintah akan menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 174,97 triliun. Dirjen Pengelolaan Utang mengatakan SBN diprioritaskan karena membantu pengembangan pasar keuangan, memperkuat basis investor domestik, mendukung kebijakan moneter Bank Indonesia, dan yang juga penting adalah mengurangi ketergantungan pada pinjaman luar negeri.

Sisanya, menurut Rahmat Waluyanto, akan dibiayai melalui pinjaman program Rp 24,443 triliun, pinjaman proyek Rp 24,519 triliun, pinjaman dalam negeri Rp 1 triliun, penerusan pinjaman Rp 8,644 triliun, serta pengelolaan aset negara Rp 1,2 triliun.

Jangan Ngutang Sampai Kiamat
Rezim boleh berubah. Namun ada yang tidak pernah berubah yakni kebijakan ekonomi dengan kegemaran berutang. Mulai dari era Soekarno, terutama era Orde Baru (Soeharto), dan era Transisi Reformasi (BJ Habibie) sampai era Reformasi (Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri dan Susilo Bambang Yudhoyono), kebijakan ekonomi sangat tergantung pada utang. Terutama sejak era Orde Baru hingga era Reformasi, penggunaan utang sebagai sumber dana pembangunan dan pembiayaan pemerintah senantiasa tercantum dalam struktur Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).

Tentu saja berakibat akumulasi penumpukan utang pemerintah semakin membesar dari tahun ke tahun. Sehingga tak heran bila posisi utang Indonesia berada pada jajaran top rank negara pengutang dunia. Untuk membayar utang (cicilan pokok utang dan bunga) pemerintah menggali lubang utang baru. Ironisnya, jumlahnya tidak pernah mencukupi untuk melunasi kewajiban utang pada setiap tahun.

Chris Komari, warga negara Indonesia yang tinggal di California, mengibaratkan utang pemerintah Indonesia dengan mengejar yang naik bus pakai sepeda. Tidak akan bisa terkejar, malah semakin hari akan semakin ketinggalan jauh. Dia pun bertanya, kapan hutang-hutang ini akan dilunasi? Sampai anak cucu dan sampai generasi ke berapa hutang itu akan bisa lepas dari beban APBN, lepas dari pundak dan tidak lagi mencekik leher bangsa Indonesia? Apakah kebijaksanaan Pemerintah Pusat hanya bisa tambal sulam sekadar mengelola hutang-hutang itu?

Dia menggambarkan pengelolaan utang pemerintah saat ini: “Kalau tidak hutang sama Paul untuk bayar Peter, ya ganti utang sama achong-achong di dalam negeri untuk bayar Peter di luar negeri?” Chris Komari bertanya, sekaligus menggambarkan bagaimana pemerintah menggali pinjaman luar negeri baru untuk membayar utang luar negeri, atau menggali utang dalam negeri dengan menjual obligasi atau SUN (Surat Utang Negara) dan SBN (Surat Berharga Negara) untuk membayar utang luar negeri.

Dulu zaman Orde Baru sebelum tahun 1997/1998, kata Komari, hutang dalam negeri hampir tidak ada atau kecil sekali, karena rejim Orde Baru, selalu pinjam Paul untuk bayar Peter, termasuk IMF. Sekarang di zaman reformasi, hutang sama Peter dibayar dengan meminjam hutang dari achong-achong dengan menjual SUN (Surat Utang Negara) dan SBN (Surat Berharga Negara), menjadikan hutang dalam negeri besarnya melampui hutang luar negeri hanya dalam waktu 12 tahun.

Dia mengungkapkan hutang sama IMF dilunasi dengan menciptakan hutang baru dalam negeri yang jumlahnya dua kali lipat dari jumlah hutang di luar negeri yang dilunasi. Apa bedanya? Lalu, kapan hutang dalam negeri (SBN) akan bisa dilunasi yang jumlahnya jauh lebih besar dari hutang (pinjaman) luar negeri? Maka, jika pemimpin tidak memiliki visi kemandirian yang tinggi, di tengah arus globalisasi saat ini, negeri ini akan dibelenggu utang sampai kiamat tiba.

Rabu, 18 Agustus 2010

Musisi Muslim Pencetus Terapi Musik

Al-Kindi

Al-Kindi atau al-Kindus adalah ilmuwan jenius yang hidup di era kejayaan Islam Baghdad. Saat itu, panji-panji kejayaan Islam dikerek oleh Dinasti Abbasiyah. Tak kurang dari lima periode khalifah dilaluinya, yakni al-Amin (809-813), al-Ma’mun (813-833), al-Mu’tasim, al-Wasiq (842-847), dan Mutawakil (847-861).
Kepandaian dan kemampuannya dalam menguasai berbagai ilmu, termasuk kedokteran, membuatnya diangkat menjadi guru dan tabib kerajaan. Khalifah juga mempercayainya untuk berkiprah di Baitulhikmah yang kala itu gencar menerjemahkan buku-buku ilmu pengetahuan dari berbagai bahasa, seperti Yunani.
Ketika Khalifah al-Ma’mun tutup usia dan digantikan putranya, al-Mu’tasim, posisi al-Kindi semakin diperhitungkan dan mendapatkan peran yang besar. Dia secara khusus diangkat menjadi guru bagi putranya. Al-Kindi mampu menghidupkan paham Muktazilah. Berkat peran Al-Kindi pula, paham yang mengutamakan rasionalitas itu ditetapkan sebagai paham resmi kerajaan.
Menurut al-Nadhim, selama berkutat dan bergelut dengan ilmu pengetahuan di Baitulhikmah, al-Kindi telah melahirkan 260 karya. Di antara sederet buah pikirnya itu telah dituangkan dalam risalah-risalah pendek yang tak lagi ditemukan. Karya-karya yang dihasilkannya menunjukan bahwa Al-Kindi adalah seorang yang berilmu pengetahuan yang luas dan dalam.
Ratusan karyanya itu dipilah ke berbagai bidang, seperti filsafat, logika, ilmu hitung, musik, astronomi, geometri, medis, astrologi, dialektika, psikologi, politik, dan meteorologi. Bukunya yang paling banyak adalah geometri sebanyak 32 judul. Filsafat dan kedokteran masing-masing mencapai 22 judul. Logika sebanyak sembilan judul dan fisika 12 judul.


Al-Farabi
Second teacher alias mahaguru kedua. Begitulah Peter Adamson pengajar filsafat di King’s College London, Inggris, menjuluki al-Farabi sebagai pemikir besar Muslim pada abad pertengahan. Dedikasi dan pengabdiannya dalam filsafat dan ilmu pengetahuan telah membuatnya didaulat sebagai guru kedua setelah Aristoteles: pemikir besar zaman Yunani.
Sosok dan pemikiran al-Farabi hingga kini tetap menjadi perhatian dunia. Dialah filosof Islam pertama yang berhasil mempertalikan serta menyelaraskan filsafat politik Yunani klasik dengan Islam. Sehingga, bisa dimengerti di dalam konteks agama-agama wahyu. Pemikirannya begitu berpengaruh besar terhadap dunia Barat.
”Ilmu Logika al-Farabi memiliki pengaruh yang besar bagi para pemikir Eropa,” ujar Carra de Vaux. Tak heran, bila para intelektual merasa berutang budi kepada Al-Farabi atas ilmu pengetahuan yang telah dihasilkannya. Pemikiran sang mahaguru kedua itu juga begitu kental mempengaruhi pikiran-pikiran Ibnu Sina dan Ibnu Rush.
Al-Farabi atau masyarakat Barat mengenalnya dengan sebutan Alpharabius memiliki nama lengkap Abu Nasr Muhammad ibn al-Farakh al-Farabi. Tak seperti Ibnu Khaldun yang sempat menulis autobiografi, Al-Farabi tidak menulis autobiografi dirinya.
Tak ada pula sahabatnya yang mengabadikan latar belakang hidup sang legenda itu, sebagaimana Al-Juzjani mencatat jejak perjalanan hidup gurunya Ibnu Sina.Tak heran, bila muncul beragam versi mengenai asal-muasal Al-Farabi. Ahli sejarah Arab pada abad pertengahan, Ibnu Abi Osaybe’a, menyebutkan bahwa ayah Al-Farabi berasal dari Persia. Mohammad Ibnu Mahmud Al-Sahruzi juga menyatakan Al-Farabi berasal dari sebuah keluarga Persia.

Kamis, 05 Agustus 2010

Dekatilah Alqur'an

rang yang dalam dadanya tidak ada sedikit pun dari Alquran, ibarat rumah yang bobrok.” (HR. At-Tirmidzi)

Maha Bijaksana Allah swt. yang menciptakan kehidupan dengan segala kelengkapannya. Laut yang luas dengan segala kandungannya. Langit yang biru dengan gemerlap hiasan bintang-bintangnya. Dan kehidupan manusia dengan kelengkapan aturan dan rambu-rambunya.

Berdekat-dekatlah dengan Al-Quran, hati akan memperoleh kesegaran. Hati sebenarnya mirip dengan tanaman. Ia bisa segar, layu, dan kering. Karena itu, hati butuh sesuatu yang bisa menyuburkan: siraman air yang menyejukkan, kehangatan matahari yang menguatkan, dan tanah gembur yang banyak makanan.


Untuk hati, siraman air adalah cahaya Al-Quran, kehangatan matahari adalah nasihat, dan tanah gembur merupakan lingkungan yang baik. Hati yang selalu dekat dengan Al-Quran bagaikan tanaman yang tumbuh di sekitar mata air nan jernih. Ia akan tumbuh subur dan kokoh.

Dari Abu Hurairah ra., Rasulullah saw. bersabda, “Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah-rumah Allah untuk melantunkan ayat-ayat suci Al-Quran dan mempelajarinya, melainkan akan turun kepada mereka ketenangan, dilingkupi pada diri mereka rahmat, dilingkari para malaikat, dan Allah pun akan menyebut (memuji) mereka pada makhluk yang ada di dekat-Nya.” (HR. Muslim)

Berdekat-dekatlah dengan Al-Quran, pandangan akan menemukan kejernihan. Secanggih apa pun sebuah gagasan, pemikiran; selama tidak bersandar pada Al-Quran, selama tidak dibimbing Al-Quran, hanya akan berkutat pada persoalan teknis. Bukan sesuatu yang ideal. Hanya akan berkutat pada materi dan materi.

Itulah yang diraih peradaban Barat saat ini. Sekilas kehidupan masyarakatnya seperti makmur sejahtera, padahal nilai-nilai sosial di sana sudah luntur. Idealita hidup menjadi begitu dangkal. Nilai hidup dan kemanusiaan menjadi tidak begitu dihargai.

Begitu pun ketika umat Islam berjarak dengan Al-Quran. Semakin jauh, pola pikir akan terjebak pada persoalan materi. Masalah yang muncul tidak pernah terselesaikan. Karena gagasan tidak mampu menyentuh persoalan inti, cuma berkutat pada yang kulit.

Krisis bangsa ini ada pada sisi moral. Dan itu ada dalam jiwa manusia. Upaya perubahan tidak akan punya arti jika tanpa ada pembenahan pada jiwa manusia. Allah swt. berfirman, “…Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehinga mereka mengubah keadaan yang ada pada jiwa mereka sendiri….” (Ar-Ra’du: 11)

Berdekat-dekat dengan Al-Quran akan menyegarkan jiwa. Segala syahwat buruk yang melahirkan emosi jahat bisa terkikis. Pandangan pun akan menjadi jernih. Maha Suci Allah dalam firman-Nya, “Dan Kami turunkan dari Alquran suatu yang menjadi obat dan rahmat bagi orang-orang yang beriman, dan Alquran itu tidaklah menambah kepada orang-orang zalim selain kerugian.” (Al-Isra’: 82)

Berdekat-dekatlah dengan Al-Quran, langkah akan mendapat bimbingan. Siapa pun kita, tetap tidak bisa keluar dari sifat sebagai manusia. Kadang melangkah dengan semestinya, kadang juga tersasar. Inilah di antara kelemahan manusia yang tidak bisa menentukan dengan kemampuan dirinya: mana jalan yang benar, dan mana yang tidak. Ia butuh bimbingan.

Hati yang segar dan pemikiran yang jernih akan menggiring langkah ke jalan yang lurus. Khusus mereka yang selalu dekat dengan Al-Quran, jalan kehidupan seperti dilengkapi rambu-rambu. Begitu jelas.

Kalaupun ia tersasar karena sifat manusianya, akan ada rasa tidak nyaman. Firasat imannya seperti memberikan sinyal. Bisa dalam bentuk kegelisahan, keraguan, dan sebagainya. Ia tidak lagi butuh teguran apalagi hukuman. Cukup dengan isyarat dari Allah swt., kesadaran pun kembali segar.

“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan berimanlah kepada Rasul-Nya, niscaya Allah memberikan rahmat-Nya kepadamu dua bagian, dan menjadikan untukmu cahaya yang dengan cahaya itu kamu dapat berjalan dan Dia mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Hadiid: 28)

Berdekat-dekatlah dengan Al-Quran, kita tidak akan pernah sendirian. Keimanan dalam hati seseorang bisa terang, bisa juga redup. Ketika redup itulah, seorang mukmin seperti dalam kesendirian. Ada ketakutan, putus asa, ketidakmampuan, dan sejenisnya. Dunia seperti hutan lebat tanpa seorang pun di sana, kecuali dia seorang. Ia sangat butuh teman.

Seorang mukmin yang membaca Al-Quran, ia seperti sedang berdialog dengan seorang teman sejati. Yang siap menunjukkan yang salah dan yang benar. Ia menuntun sang teman kepada jalan yang baik, penuh kebahagiaan dan keselamatan.

Rasulullah saw. mengatakan, “Siapa yang ingin berdialog dengan Rabbnya, maka hendaklah dia membaca Al-Quran.” (HR. Adailami dan Al-Baihaqi)

Kini semua pilihan terhampar. Petunjuk dan rambu-rambu pun sudah diberikan. Tinggal kita yang harus menentukan: memilih jalan bersama Al-Quran, atau tidak. Maha Benar Allah dalam firman-Nya, “…maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir….” (Al-Kahfi: 29)

Minggu, 18 April 2010

Ihsan (Perbuatan Baik)

Bismillahirohmanirrohim

Assalamu’alaikum waroh matullohi wabarokatuh

Pengertian
• Ihsan dianalogikan sebagai atap bangunan Islam (Rukun iman adalah pondasi, Rukun Islam adalah bangunannya).
• Ihsan (perbuatan baik dan berkualitas) berfungsi sebagai pelindung bagi bangunan keislaman seseorang. Jika seseorang berbuat ihsan, maka amal-amal Islam lainnya akan terpelihara dan tahan lama (sesuai dengan fungsinya sebagai atap bangunan Islam)
Landasan ihsan
1. Landasan Qauliy
“Sesungguhnya Allah telah mewajibkan untuk berbuat ihsan terhadap segala sesuatu. Maka jika kamu menyembelih, maka sembelihlah dengan cara yang ihsan, dan hendaklah menajamkan pisau dan menyenangkan (menenangkan & menen-tramkan) hewan sembelihan itu” (HR Muslim). Tuntutan untuk berbuat ihsan dalam Islam yaitu secara maksimal (terhadap segala sesuatu: manusia, hewan) dan optimal (terhadap yang hidup maupun yang akan mati)

2. Landasan Kauniy
Dengan melihat fenomena dalam kehidupan ini, secara sunatullah setiap orang suka akan perbuatan yang ihsan.
Alasan Berbuat Ihsan, Ada dua alasan mengapa kita berbual ihsan:
1. Adanya Monitoring Allah (Muraqabatullah)
Dalam HR Muslim dikisahkan jawaban Rasul ketika ditanya malaikat Jibril yang menyamar sebagai manusia, tentang definisi ihsan: “Mengabdilah kamu kepada Allah seakan-akan kamu melihat Dia. Jika kamu tidak melihatNya, sesungguhnya Dia meIihatmu”.
2. Adanya Kebaikan Allah (Ihsanullah)
Allah telah memberikan nikmatnya yang besar kepada semua makhlukNya (QS. 28:77 QS. 55, QS. 108: 1-3)
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenimatan) dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”. (QS. 28:77)

Dengan mengingat Muraqabatullah dan Ihsanullah, maka sudah selayaknya kita ber-Ihsanun Niyah (berniat yang baik). Karena niat yang baik akan mengarahkan kita kepada:
1.Ikhlasun Niyat (Niat yang Ikhlas)
2. Itqonul ‘Amal (Amal yang rapi)
3. Jaudatul Adaa’ (Penyelesalan yang baik)
Jika seseorang beramal dan memenuhi kriteria di atas, maka ia telah memiliki Ihsanul ‘Amal (Amal yang ihsan).
Ada 3 keuntungan jika sesorang meramal dengan amal yang ihsan:
1) Dicintai Allah

“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik”. (QS. 2:195)

2) Mendapat Pahala “Dan jika kamu sekalian menghendaki (keredhaan) Allah dan Rasul-Nya serta (kesenangan) di negeri akhirat, maka sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa yang yang berbuat baik di antaramu pahala yang besar”. (QS. 33:29)

3) Mendapat Pertolongan Allah “Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan”. (QS. 16:128)
Kesimpulan :
Jadi untuk beramal ihsan harus memenuhi kriteria:
1) Zhohirotul Ihsan (Menampakan Ihsan). Artinya: Melakukan yang terbaik !
2) Qiimatul Ihsan (Nilai Ihsan). Artinya: Ikhlaslah selalu!

Hadza wallohi yar’ana wayahfadna walkhamdulillahi robbil’alamin

Makna Syahadat (Bai'ah)

Bismillahirrohmanirrohim
Assalamu’alaikum warohmatullohi wabarokatuh

Pendahuluan
Kalimat syahadat adalah pintu gerbang seseorang menjadi muslim. Ketika seseorang ingin masuk Islam, hal pertama yang dilakukan adalah mengucapkan “Asyhadu allaa ilaaha illallah wa asyhadu anna muhammaddar rosuulullaah”. Dengan ucapan tersebut ia otomatis sudah menjadi seorang muslim yang memiliki konsekuensi menjalankan syariat Islam. Kalimat ini pulalah yang menentukan seseorang itu husnul khatimah atau su’ul khatimah di akhir hayatnya. Dengan kalimat ini pula pintu syurga terbuka untuknya.
Konsep yang terkandung dalam kalimat laa ilaaha illallaah adalah konsep pembebasan manusia dari penghambaan apapun kecuali Allah SWT semata-mata. Manusia menafikkan secara langsung segala bentuk ketuhanan yang ada di alam ini, kecuali hanya Allah SWT. Penolakan tersebut bertujuan untuk membersihkan aqidah dari syubhat ketuhanan dan menegaskan bahwa segala arti dan hakikat ketuhanan itu hanya ada pada Allah.
Kalimat syahadah ini memberikan pemahaman kepada kita dalam memahami dan bersikap bahwa tidak ada pencipta kecuali Allah saja, tiada pemberi rizki selain Allah, tiada pemilik selain Allah, tiada yang dicintai selain Allah, tiada yang ditakuti selain Allah, tiada yang diharapkan selain Allah, tiada yang menghidupkan dan mematikan selain Allah, tiada yang melindungi selain Allah, tiada daya dan kekuatan selain Allah dan tiada yang diagungkan selain Allah. Kemudian pengakuan Muhammad Rasulullah adalah menerima cara menghambakan diri berasal dari Rasulullah SAW sehingga tata cara penghambaan hanya berasal dari tuntunan Allah yang disampaikan kepada rasul-Nya.
Oleh karena itu syahadatain menjadi suatu pondasi dari sebuah metode lengkap yang menjadi asas kehidupan umat muslim. Dengan pondasi ini kehidupan Islami akan dapat ditegakkan. Semakin dalam pemahaman kita terhadap konsep syahadatain dan semakin menyeluruh kita mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, maka semakin utuh kehidupan Islami tumbuh dalam masyarakat muslim.
II. Definisi Syahadah
1. Secara bahasa, “Asyhadu” berarti saya bersaksi. Kesaksian ini bisa dilihat dari waktu, termasuk dalam aktivitas yang sedang berlangsung dan masih sedang dilakukan ketika diucapkan Asyhadu ini sendiri memiliki tiga arti:
a. Al I’lan (pernyataan), QS. Ali Imran (3 : 18) “Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Ilah (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Ilah (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.
b. Al Wa’d (janji), QS. Ali Imran (3 : 81) “Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi: Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa kitab dan hikmah, kemudian datang kepadamu seorang rasul yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan bersungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya. Allah berfirman : Apakah kamu mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu? Mereka menjawab: Kami mengakui. Allah berfirman: Kalau begitu saksikanlah (hai para nabi) dan Aku menjadi saksi (pula) bersama kamu”.

c. Al Qosam (sumpah), QS. Al Munafiqun (63 : 2) “Mereka itu menjadikan sumpah mereka sebagai perisai, lalu mereka menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Sesungguhnya amat buruklah apa yang telah mereka kerjakan”.
2. Secara istilah syahadat merupakan pernyataan, janji sekaligus sumpah untuk beriman kepada Allah
dan Rasul-Nya melalui :
a. Pembenaran dalam hati (tasdiqu bil qolbi)
b. Dinyatakan dengan lisan (al qaulu bil lisan)
c. Dibuktikan dengan perbuatan (al ’amalu bil arkan)
Menurut hadist : “Iman adalah dikenali oleh hati, diucapkan dengan lisan, dan diamalkan rukun-
rukunnya”. (HR Ibnu Hibban)
Setelah memahami syahadah maka akan muncul keimanan, keimanan ini harus terus disempurnakan
dengan sikap istiqomah, QS. Al Fushilat (41)
Istiqomah yang benar akan menghasilkan :
a. Syaja’ah (berani), QS.Al Maidah (5 : 52) “Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka (yahudi dan Nasrani), seraya berkata: Kami takut akan mendapat bencana. Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-Nya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. Maka karena itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka”.
b. Ithmi’nan (ketenangan), QS Ar Ra’du (13 : 28) “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram”.
c. Tafa’ul (optimis)
III. Jenis-jenis Syahadah
a. Syahadah Rububiyah yaitu pengakuan identitas terhadap Allah sebagai pencipta, pemilik, pemelihara dan penguasa,
QS. Al A’raf (7 : 172) “Dan (ingatlah), ketika Rabbmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): Bukankah Aku ini Rabbmu. Mereka menjawab: Betul (Engkau Rabb kami), kami menjadi saksi. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Rabb)”.
b. Syahadah Uluhiyah yaitu : pengakuan loyalitas terhadap Allah sebagai satu-satunya supremasi yang boleh disembah dan ditaati, QS. Al A’raf (7 : 54) “Sesungguhnya Rabb kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintahkan hanyalah hak Allah. Maha suci Allah, Rabb semesta alam”.
c. Syahadah risalah yaitu pengakuan terhadap diri Muhammad SAW sebagai utusan-Nya beliau adalah suri tauladan bagi manusia, QS. Al Ahzab (33 : 21) “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”.

Hadza wallohi yar’ana wayahfadna walkhamdulillahirobbil’alamin

Selasa, 06 April 2010

“Mencintai Allah dan Berusaha untuk menggapai cinta-Nya”

“Mencintai Allah dan Berusaha untuk menggapai cinta-Nya”


Mahabatullah (cinta kepada Allah) akan timbul manakala seorang hamba merasa begitu dekat dengan Allah, Perasaan ini akan tertanam dan tumbuh bila kita selalu taqarrub kepada Allah dengan ma’rifat yang kuat. Kita tahu dan sadar betapa Maha Kuat dan Perkasa-Nya Allah, namun betapa kasih dan sayang Dia kepada hamba-Nya. Ridla dan cinta-Nya senantiasa Dia curahkan kepada hamba-hamba-Nya yang ikhlas, selalu taqarrub kepada-Nya.

Allah pun cemburu ketika cinta-Nya dikhianati, yakni ketika seorang hamba lebih mengutamakan cinta kepada selain-Nya. Atau ketika hamba durhaka dan maksiat kepada-Nya. Bila kecemburuan Allah tak pernah kita hiraukan, maka akan berubah menjadi kemurkaan-Nya. Tak seorangpun yang akan sanggup menahan atau menghadapi kemurkaan Allah, Naudzubillahi min dzalik.

Kecintaan kepada Allah tidak akan ada ketulusan dan kemurnian kecuali dengan tauhid yang benar, menjadikan Allah sebagai loyalitas tertinggi dan otoritas mutlak dalam segala hal. Hal ini dilandasi dengan keyakinan kalimat thoyyibah : Laa Maalika illallah, Laa Rozaqa illallah, Laa Waliyya illallah, Laa Hakima illallah, Laa ilaaha illallah, Laa Ma’buda illallah, Laa Makshuda illallah, Lam Yakhsyaa illallah. dst.

Kecintaan kepada Allah dengan cara yang benar akan melahirkan cinta prioritas yakni menjadikan Allah, Rasul dan Jihad diatas segala cinta selainnya. Ketaatannya kepada Rasul dan Jihad fii sabiilillah dirasakan nikmat dan tenteram karena ketinggiannya cinta pada Allah. Sungguh tidak bisa dipisah antara cinta kepada Allah, Rasul dan Jihad fii sabiilillah. Ketiga kecintaan tersebut merupakan satu paket yang tidak bisa dibagi-bagi.

Kecintaan kepada Allah sudah pasti harus dibuktikan dengan mencintai kalamullah atau ayat-ayat-Nya, baik yang qauliyah (tertulis), maupun yang Kauniyah (tidak tertulis). Maka tadarus, tadzabur dan amaliyah Al-Qur’an menjadi hal yang utama. Selanjutnya ia mencintai Rasul-Nya dan Jihad fii sabiilillah.

Seorang hamba yang sangat cinta kepada Allah, ia ridla untuk berkorban dengan segala resiko terpahit sekalipun. Ridla menahan lapar dan dahaga saat berjuang menegakkan sunnah, shabar ketika harus bermandikan peluh dan bersimbah darah di medan jihad. Tawakkal dan rasa kebersamaan dengan Allah senantiasa menyertai perjalanan hidupnya. Ini semua terjadi karena cinta telah melahirkan kedamaian dan ketenteraman, cinta telah membuahkan kerelaan dan kepasrahan totalitas, cinta mendorong diri pada kesiapan berkorban. Dengan cinta lah semua cobaan jadi terasa ringan, segala beban berat menjadi nampak kecil. Namun dengan cinta pula rasa takut dan khawatir ditinggalkan yang dicintai mengharu biru perasaan. Karena itu, berjihadlah dengan cinta yang penuh kepada Allah, dan sambutlah kehadiran sang kekasih sejati di taman hati, serta penuhilah titahnya untuk mentaati Allah, Rasul dan Jihad fii sabiilillah.

Loyalitas Kecintaan Manusia

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Dan diantara manusia, ada yang menjadikan dari selain Allah sebagai tandingan, mereka mencintainya seperti mencintai Allah. Dan orang-orang yang beriman sangat cintanya kepada Allah.” (QS. Al-Baqarah : 165)

Berdasarkan ayat ini, sungguh sangat berbeda antara puncak kecintaan orang-orang beriman dan orang – orang yang kafir. Hal ini dikuatkan dengan firman Allah dalam QS. At-Taubah: 24.

“Katakanlah: ‘Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.’ Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.”

Firman Allah ini menjelaskan perbedaan antara orang beriman dan orang fasik. Allah mengambarkan orang-orang beriman puncak kecintaannya kepada 3 sasaran, yakni kepada Allah, Rasul dan Jihad fii sabiilillah.

Sedangkan orang-orang yang fasik, puncak kecintaannya kepada 8 sasaran, yakni; Bapak, anak, saudara, istri, kerabat, harta berlimpah, perniagaan (maisyah), dan tempat tinggal yang disenangi. Allah tidak akan memberi petunjuk kepada kaum yang fasik

Dalam mewujudkan ketulusan cinta, tidak selamanya berjalan mulus. Banyak halangan dan rintangan, rayuan dan godaan, cacian dan makian, bahkan ancaman dan intimidasi datang silih berganti. Hanya orang-orang yang ikhlas, yang dapat menikmati ketulusan cinta kepada Allah.

Kecintaan dan keta’atan kepada Allah harus juga dibuktikan dengan ta’at kepada Rasul-Nya, dan ta’at kepada Ulil Amri selama haq (benar), kemudian tanpa ragu-ragu ia beriman dan berjihad di jalan-Nya. (QS. An-Nisaa: 59, An-Nuur: 51, Al-Hujuraat: 15)

Cinta, Terimakasih dan Ma’af

Buah dari cinta kepada Allah dapat melahirkan hubungan harmonis dengan sesama manusia. Hal itu terjadi karena Islam tidak memisahkan hablu minallah dengan hablu minanas, tidak memisahkan antara aqidah (iman) dengan ukhuwwah (persaudaraan). Oleh karena itu, merawat cinta itu menjadi hal yang penting. Cinta kepada Allah dirawat dengan memprioritaskan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Mensyukuri nikmat-Nya serta memohon ampunan atas segala dosa yang telah dilakukan.

Demikian pula hubungan harmonis sesama muslim dapat dirawat dengan cinta yang tulus, terima kasih dan ma’af.

Cinta, terima kasih dan maaf.

Tiga kata yang sangat sederhana. Namun, kesederhanaannyalah yang membuat kita sering melupakannya. Sering mengabaikan dan meremehkannya. Padahal ketiga kata itu mampu membangkitkan rasa ‘penghargaan’ dan jati diri. Karena cinta, kita merasa disayangi, kita merasa hidup, kita merasa bernyawa. Karena cinta, kita merasa dihargai dan dibutuhkan. Karena cinta, kita tidak memerlukan pamrih. Ridla berkorban dengan segala resiko terpahit sekalipun. Ridla menahan lapar dan dahaga saat berjuang menegakkan sunnah. Shabar ketika harus bermandikan peluh dan bersimbah darah di medan jihad. Yah, cinta adalah refleksi ketulusan.

Begitupun juga dengan terima kasih, ada rasa penghargaan dalam ucapan itu, ada rasa penghormatan dan kesetaraan dalam ucapan terima kasih. Ada rasa saling membutuhkan dan kerendahhatian dalam ucapan terima kasih. Tidak ada keegoisan dan kesombongan dalam ucapan terima kasih. Tidak ada yang merasa lebih dan merasa kurang dalam ucapan terima kasih. Terima kasih adalah refleksi bahwa kita saling membutuhkan. Islam mengajarkan, cara kita mengungkapkan terima kasih dengan ucapan: Jazaakallahu khairan (Semoga Allah membalas kebaikanmu). Adapun maaf adalah bukti kesadaran seseorang, penenang jiwa dan aplikasi dari sikap rendah hati dan cinta kepada Allah. Tidak ada dengki dan dendam dalam ungkapan mohon maaf. Kata maaf dapat menghapus kebencian, dapat menanamkan kecintaan, dapat menghilangkan kegelisahan. Rasa bersalah dapat lenyap dengan ungkapan maaf, rasa iri dapat terkikis dengan maaf yang tulus. Kata maaf merapatkan ukhuwwah (persaudaraan), kata maaf menumbuhkan marhamah (kasih sayang).

Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam adalah sosok paling ideal dalam mewujudkan cinta, mengucapkan terima kasih dan meminta maaf dan memaafkan. Beliau sangat mencintai keluarganya, sahabatnya dan umatnya yang senantiasa menghidupkan sunnahnya. Kecintaannya pada sahabat mendorong pengorbanan luar biasa di Perang Uhud, Hunain dll. Ungkapan terima kasih dan kata maaf beliau ungkapkan, kepada budak sekalipun, tidak ada gengsi dan merasa hina untuk mengungkapkan kata-kata mulia tersebut. Bila perlu Rasulullah melakukan tebusan untuk mendapat kata maaf.

Saat Futuh Mekkah terjadi, ketika sahabat berkata ” Ini hari pembalasan”, Rasulullah bersabda; Bukan, “Ini hari kasih sayang”. Maka beliau pun tidak menolak keislaman Wahsyi dan Hindun yang telah membunuh dan merobek dada Hamzah, pamannya. Sekiranya beliau pendendam, tentu tidak akan mau menerima keislaman Wahsyi dan Hindun.

Demikian pula di akhir hayatnya, beliau Shalallahu Alaihi Wasallam meminta maaf dan minta dibalas jika ada diantara yang hadir pernah disakitinya. Maka berkatalah seorang sahabat bernama Ukasah: Ya, Rasulullah, dalam suatu peperangan, aku pernah terkena pukulan olehmu, maka kini izinkan aku untuk membalasnya. Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam mempersilahkannya, Ukasah berkata ; Ya Rasulullah, waktu itu aku dalam keadaan telanjang. Maka Rasul pun membuka bajunya. Namun, begitu dimuka baju Rasulullah, Ukasah merangkul tubuh beliau dan menuturkan : Ya Rasulullah, aku mencintaimu, Maka Rasulullah bersabda : “Engkau akan bersama orang yang engkau cintai.” Rasa haru biru dan linangan air mata Rasul dan para sahabat saat itu menjadi saksi dan bukti saling mencintai karena Allah. (sumber: Sirah Nabawiyah, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam)

Sudahkah hari ini kita ungkapkan kata cinta, terima kasih dan maaf pada orang-orang yang terdekat dengan kita? Kepada kedua orang tua kita, adik kita, kakak kita, nenek kita, kakek kita, suami kita, isteri kita, sahabat kita, teman-teman kita, dan bahkan kepada para karyawan dan pembantu kita. Banyak cara untuk mengungkapan cinta, terima kasih dan maaf, antara lain: kejujuran pengakuan, perhatian, hadiah, senyuman dan do’a. Sudahkah kata cinta, terima kasih dan mohon maaf terucap dari lisan kita yang tulus pada orang-orang di sekitar kita?

Terutama dan paling utama, sudahkah rasa cinta, terima kasih dan mohon maaf atau ampun, kita lantunkan dari bibir ini untuk Sang Pemilik Jiwa kita? Allah Subhanallah Wa Ta’ala. Semoga kita semua termasuk orang-orang yang mencintai dan dicintai Allah, Ridla kepada-Nya dan diridlai oleh-Nya. Amiin.


Hadza wallahi yar’ana wayah fadna walhamdulillahi robbil’alamin

Minggu, 24 Januari 2010

MILLAH IBRAHIM SEBAGAI INDUK AGAMA SAMAWI

BISMILLAHIRROHMANIRROHIM

Asalamualaikum wr wb.

Pesan takwa kepada Allah S.W.T. dan menjauhi kejahatan, menjadi inti utama khutbah/taushiyah, yang disampaikan kepada jamaah oleh imam/khatib, sebab: Bertakwa kepada Tuhan Y.M.E., itulah pencapaian hikmat, dan menjauhi kejahatan, itulah kematangan akal budi.
Hikmat adalah: Kepintaran dan kepiawaian mencapai hasil, menyusun rencana yang benar untuk mencapai hasil yang dikehendaki. Tempat kedudukan hikmat adalah hati, pusat keputusan moral dan intelektual.
Karenanya, memperoleh hikmat adalah: Memperoleh pengertian, yang dikumpulkan dari pengetahuan tentang berbagai ajaran ilahi dan menerapkannya dalam hidup sehari-hari, merupakan gabungan antara pengetahuan maupun pengertian dengan ketaatan, yang dipandu oleh penekanan bimbingan dari para nabi Allah.
Dari kepercayaan kepada semua itu maka timbullah ungkapan lahiriah/jasadiah yang sering disebut sebagai ibadah/dharma bhakti, atau sering disebut sebagai agama. Respon umat manusia terhadap ketakwaan kepada Tuhan Y.M.E berefek pada timbulnya berbagai bentuk dan macam ibadah (peribadatan) dan wujudnya berbagai agama.
Dalam hal ini menjadi mustahil suatu agama akan menjadi dominan dengan totalitas tunggal dalam menata kehidupan moral maupun sosial. Namun jika para penganut agama-agama (umat manusia) terus berkemauan merujuk kepada ajaran Ilahi, maka agama-agama (umat manusia) akan dapat masuk dalam lingkaran kebersamaan dalam usahanya mencapai tatanan moral maupun sosial kehidupan ini. Interdependensi umat manusia, ternyata harus merambah sampai ke dalam ranah keberagamaan.

Sasaran Ajaran Ilahi
Oleh sebab itu sasaran ajaran ilahi adalah: rahmatan lil ‘alamin, yang maknanya: Rahmat-Nya merambah segala penghuni alam raya ini, maknanya rahmat Ilahi itu tidak eksklusif bagi kelompok maupun kultur tertentu saja, namun sangat majemuk, merambah bagi segala umat manusia yang fitrahnya multikultural.
Karenanya memaknai rahmatan lil ‘alamin seharusnya bukan universalistik, sebab universalistik itu mengandung makna ke arah totalistik tunggal, yang sesungguhnya bertolak belakang dengan fitrah manusia yang multikultural.
Misi ajaran Ilahi adalah rahmatan lil ‘alamin, dari sejak dikumandangkan oleh para nabi Allah hingga kapanpun, para nabi Allah selalu merujuk tuntunannya kepada ajaran Ilahi yang sama. Sekalipun pada prakteknya para pengikut nabi-nabi yang kemudian mengelompok dalam berbagai agama yang kita saksikan kini banyak terjadi “perbedaan” penghayatan maupun interpretasi.

Mengimani Keberadaan Para Nabi adalah Ajaran Ilahi
Para nabi Allah menurut keyakinan dan iman yang diajarkan oleh ajaran Ilahi yang terkandung di dalam Al-Qur’an adalah wajib diimani keberadaannya. Lebih detail lagi ajaran Al-Qur’an secara rinci menyebut nama sebagian mereka yang mesti diimani itu, dari Adam a.s. (nabi pertama) sampai dengan Nabi Muhammad S.A.W. nabi terakhir, walaupun masih ada nama-nama nabi selain sejumlah yang disebutkan itu.
Dalam hal ini Islam mengajarkan penekanan penghormatan kepada para nabi dan dengan segala ajaran Ilahi yang dibawanya. Sebagai ungkapan penghormatan, dalam setiap menyebut nama nabi Allah itu seorang muslim ditekankan agar selalu mengiringi sebutannya itu dengan ungkapan do’a baginya, seperti: alaihis salam atau alaihi sholatu wassalam, yang maknanya: Semoga Tuhan selalu melimpahkan keselamatan dan kedamaian padanya.
Sebagai nabi besar, yang menerima perjanjian Tuhan, Ibrahim a.s. memainkan peranan yang unik, baik dalam tradisi Islam maupun Yahudi.

Di dalam Islam, orang beriman diperintah Tuhan agar bersalawat dan berdo’a selamat untuk nabi (Al-Qur’an), kemudian Nabi Muhammad S.A.W. mengajarkan matan lafalnya kepada sahabat beliau:

قولوا:اللهم صلى على محمد وعلى ال محمد كما صليت على ابراهيم
وبارك على محمد وعلى ال محمد كما باركت على ابراهيم
Yang artinya:

Dalam bershalawat ucapkan:
Semoga Tuhan mencurahkan rahmat dan berkat-Nya kepada Nabi Muhammad sebagaimana Tuhan mencurahkan rahmat dan berkat-Nya kepada Nabi Ibrahim.
Rahmat dan berkat Tuhan untuk Ibrahim a.s. menjadi acuan dalam ungkapan do’a shalawat tersebut. Sebab berbagai tuntunan dan bimbingan keagamaan dalam agama Islam banyak mengacu kepada millah Ibrahim (agama Ibrahim).
Ibrahim a.s. sebagai panutan keagamaan, sekaligus silsilah kenabian atau pribadi nabi-nabi Allah. Nabi Muhammad S.A.W. bernasab kepada silsilah Ibrahim a.s. dari putra beliau Nabi Ismail a.s. sedangkan nabi-nabi bani Israel bernasab kepada Ibrahim a.s. dari putra beliau Nabi Ishak a.s.

Selanjutnya tradisi sunat (khitan) bagi pria, merupakan amalan yang mesti dilaksanakan oleh kalangan muslim, orang-orang Ibrani (Yahudi) juga melakukan amalan ini.
Sering kita dengar seseorang muslim merasa risi dan belum tenang jika putranya belum dikhitan. Juga kepada seseorang pria yang baru memeluk Islam, hal yang sering dipertanyakan adalah, sudah dikhitan atau belum?
Tradisi sunat (khitan) menjadi sangat penting, sekalipun dalam kitab fikih tidak dibahas secara detail.

Sesungguhnya tradisi sunat (khitan) yang yang telah mengakar ini muaranya adalah dari Nabi Ibrahim a.s.. Kutipan dari Suhuf Ibrahim yang terhimpun dalam alkitab perjanjian lama, surat Kejadian 17:9-14, terjemahannya antara lain sebagai berikut: Firman Allah kepada Ibrahim:

“Dari pihakmu, engkau harus memegang perjanjian-Ku, engkau dan keturunanmu turun-temurun 9,

Inilah perjanjian-Ku yang harus kamu pegang, perjanjian antara aku dan kamu serta keturunanmu, yaitu setiap laki-laki di antara kamu harus disunat (dikhitan)10.

Haruslah dikerat kulit khatanmu dan itulah akan menjadi tanda perjanjian antara Aku dan kamu 11.

Anak yang berumur 8 hari haruslah disunat, yakni setiap laki-laki di antara kamu, turun-temurun , baik yang lahir di rumahmu, maupun yang dibeli dengan uang dari salah seorang asing, tetapi tidak termasuk keturunanmu 12.

Orang yang lahir di rumahmu dan orang yang engkau beli dengan uang harus disunat; maka dalam dagingmulah perjanjian-Ku itu menjadi perjanjian yang kekal 13.

Dan orang-orang yang tidak disunat, yakni laki-laki yang tidak dikerat kulit khitannya, maka orang itu harus dilenyapkan dari antara orang-orang sebangsanya, ia telah mengingkari perjanjian-Ku 14.

Perjanjian Tuhan tentang sunat (khitan) ini terjadi tatkala Ibrahim a.s. berumur 99 tahun, sedangkan Ismail a.s. berumur 13 tahun (Kej. 7:24-25). Semua perjanjian ini dilaksanakan pada dirinya, putranya (Ismail) dan seluruh kaum laki-laki yang di bawah tanggung jawabnya.

Millah Ibrahim tentang sunat (khitan) ini menjadi tradisi (sunnah) yang terus dilaksanakan dalam Islam, yang tujuannya adalah untuk mencapai ridha Ilahi, sebagai pertanda kedudukan di hadapan Ilahi, bukan semata-mata tradisi yang bersifat sosial.
Sunat/khitan menjadi penjelmaan, penerapan janji, dan mengajak orang untuk hidup dalam ketaatan sesuai dengan perjanjiannya kepada Tuhan. Sebagian orang jawa menamakan sunat/khitan dengan nama “selam” (mungkin Islam) berarti ketaatan atau penyerahan diri.

Tertumpahnya darah dalam sunat merupakan ungkapan tuntunan yang mahal yang dibuat oleh Allah bagi mereka yang dipilih dan dipanggil-Nya dan dicirikan dengan tanda perjanjian-Nya itu (khitan).

Ajaran sunat ini juga menuntut realitas penerapan hidup keseharian, agar seseorang sesuai dengan tanda perjanjiannya dengan Tuhan, dari mengingatkan bahwa tanpa kenyataan berupa ketaatan kepada Tuhan , maka tanda sunat itu menjadi hampa arti.

Selanjutnya tentang ajaran kurban.

Idul Kurban, yang hari ini kita rayakan, dengan melaksanakan shalat dan disusul dengan pemotongan binatang kurban merupakan tuntunan Nabi Muhammad S.A.W. yang dirujuk dari ajaran Ilahi yang telah dicontohkan oleh nabi Allah Ibrahim a.s. yang dalam Al-Qur’an diistilahkan dengan “millah Ibrahim”. Ibrahim yang berarti: bapak sejumlah besar bangsa, perubahan dari nama awal Abram yang berarti “bapak yang dimuliakan”. Hidupnya dijadikan teladan iman terhadap Tuhan oleh lapisan orang-orang muslim, baik Islam, Yahudi, juga Nasrani.
Pada Idul Kurban kali ini ingin disampaikan tentang kesinambungan ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad S.A.W., dengan ajaran Nabi Ibrahim a.s. , bukan tentang riwayatnya yang sebagian (kalangan Islam) menetapkan bahwa putra yang akan dikorbankan itu adalah Ismail a.s. bersumber daripada nash Al-Qur’an 37:102:

Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar".

Dalam ayat ini tidak secara shorih menyebut nama Ismail a.s. namun oleh mufassir dengan isyarat anak yang sudah sampai batas umur dapat/sanggup berusaha, yang sudah mampu diajak tukar pikiran ketika firman pengorbanan itu turun, Ismail a.s. sudah mencapai umur ± 16/17 tahun, sedangkan Ishak baru berumur sapih ± 4 tahun. Penafsir ayat ini menetapkan Ismail a.s. yang dimaksud dengan perintah Tuhan itu.

Sedangkan pihak lain bersumber dari Suhuf yang terdapat dalam Perjanjian Lama Kej. 22:2, ayat ini dengan jelas menyebut nama: anak tunggal yakni Ishak a.s.. Dari kebiasaan yang berlaku pada zaman itu, putra yang dianggap dapat menjadi putra mahkota penerus kepemimpinan adalah anak yang dihasilkan dari pernikahan yang resmi, bunda Sarahlah yang dikatagorikan istri resmi, sedangkan bunda Hajar adalah wanita Mesir yang dijadikan pembantu oleh Sarah untuk keluarga Ibrahim a.s.. Tatkala keluarga Ibrahim a.s.

dan Sarah menyimpulkan bahwa mereka mandul maka Sarah mempersilakan Ibrahim untuk menikahi Hajar pembantunya itu, dan itu menurut budaya pada zamannya sebagai istri yang tidak dapat mewariskan anak sebagai putra mahkota.

Kedua-dua sumber ini tampaknya terdapat “perbedaan” dalam menyebut nama putra yang dikorbankan. Namun dalam prinsip kesediaan menerima ujian besar itu, jawaban dari putra yang akan dikorbankan itu adalah sama, baik dari sumber pertama maupun sumber kedua, yakni, taat setia dengan penuh kesabaran, melaksanakan perintah Tuhan untuk dijadikan korban sembelihan.

Prinsip tunduk patuh, pasrah, dan berserah diri secara tulus kepada Tuhan dengan segala kudrat dan iradat-Nya sebagaimana yang dilakukan oleh Ibrahim a.s. dan kedua putra baginda Ismail a.s. dan Ishak a.s. dalam menerima perintah-Nya melaksanakan penyembelihan terhadap putranya kemudian putranya pun menyambut dengan tulus dan setia hati untuk menerimanya. Sehingga oleh Allah, Ibrahim a.s. yang tulus itu dikisahkan dalam Al-Qur’an S. 3:67

Bahwa Ibrahim bukanlah orang Yahudi dan bukan pula orang Nasrani, namun dia adalah orang yang lurus, lagi berserah diri kepada Allah (muslim) dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang musyrik.

Agama seluruh nabi keturunan Ibrahim a.s. khususnya anak cucu Ya’kub a.s. (bani Israel), dilukiskan oleh Allah dalam kitab suci Al-Qur’an S. 2:133.

Adakah kamu menyaksikan tatkala maut datang kepada Ya’kub, dan ketika ia bertanya kepada anak-anaknya: Apakah yang akan kamu sembah sepeninggalku? Mereka menjawab: Kami menyembah Tuhanmu dan Tuhan leluhurmu Ibrahim, Ismail, dan Ishak, dan kepada-Nya kami semua pasrah (muslimun).

Kemudian, Nabi Musa digambarkan melalui pertobatan Fir’aun bahwa Nabi Musa, membawa ajaran agar manusia pasrah (muslim) kepada Tuhan. Fir’aun berusaha tobat setelah melihat kebenaran, dilukiskan oleh kitab suci Al-Qur’an S. 10:90.

Aku percaya bahwa tiada Tuhan kecuali yang dipercayai oleh Bani Israil, dan aku termasuk orang-orang yang pasrah.
Juga digambarkan tentang Nabi Isa dan para pengikutnya, menunjukkan bahwa agama yang diajarkannya pun adalah agama yang mengajarkan sikap pasrah kepada Allah, diurai dalam Al-Qur’an S. 3:52:

Maka tatkala Isa merasakan keingkaran mereka (kaumnya) berkatalah ia: Siapakah yang akan menjadi pendukungku kepada Allah? Para pengikut setianya menjawab: Kamilah para pendukung (menuju Allah), kami beriman kepada Allah dan saksikanlah bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (muslimun).

Semua agama yang benar adalah agama yang mengajarkan sikap pasrah kepada Allah. Karenanya setiap orang beragama juga seorang muslim, tetap dituntut untuk terus mengembangkan dalam dirinya kemampuan dan kemauan untuk tunduk patuh serta pasrah dan berserah diri kepada Tuhan dengan setulus hatinya, hanya dengan itu keagamaan seseorang dapat diterima oleh Allah.

Islam dalam pengertian seperti ini mesti dengan iman, seperti Ibrahim a.s. yang seluruh hidupnya membuktikan, bahwa ia sungguh-sungguh percaya kepada Allah dengan iman yang mendalam dan pasrah yang sepenuhnya. Dan itulah Islam.

Hadza wallohi yar'ana wayahfadna wal hamdulillahi robbil'alamin